Selasa 30 Apr 2019 12:56 WIB

Polemik Laporan Keuangan Garuda Indonesia

Laporan keuangan Garuda Indonesia 2018 menjadi persoalan hangat saat ini.

Rep: NOVITA INTAN, RAHAYU SUBEKTI/ Red: Elba Damhuri
Pesawat jenis boeing milik Garuda Indonesia lepas landas di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (15/3/2019).
Foto: Antara/Muhammad Iqbal
Pesawat jenis boeing milik Garuda Indonesia lepas landas di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (15/3/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan, telah memanggil manajemen PT Garuda Indonesia Tbk (Persero) dan Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang dan Rekan untuk mengklarifikasi persoalan laporan keuangan Garuda tahun lalu yang tengah menjadi polemik. Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, menyatakan, kedua pihak telah mengonfirmasi dan siap memenuhi panggilan bersama-sama pada Selasa (30/4).

Nyoman mengatakan pada pertemuan yang digelar hari ini bursa bersama manajemen Garuda Indonesia dan KAP akan menelusuri nature transaksi Garuda dengan PT Mahata Aero Teknologi (Mahata).

Baca Juga

“Kita akan lihat nature transaksinya seperti apa. Dalam artian, kontraknya seperti apa karena kalau dalam catatan laporan keuangan, kami tidak sampai melihat detail perjanjiannya,” kata Nyoman kepada wartawan di Gedung Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Senin (29/4).

Sebagai informasi, nature transaksi antara Garuda Indonesia dan Mahata Aero Teknologi yang dimaksud, yakni berkaitan dengan kontrak perjanjian antara anak usaha Garuda Indonesia, PT Citilink Indonesia dan Mahata Aero Teknologi untuk penyediaan layanan konektivitas internet dalam penerbangan.

Hal itu membuat kontroversi karena dua komisaris Garuda Indonesia, Dony Oskaria dan Chairal Tanjung menolak menandatangani laporan tersebut. Penolakan tersebut lantaran pendapatan Garuda Indonesia dari kerja sama yang diteken dengan Mahata Aero Teknologi belum dibayarkan hingga akhir tahun lalu.

“Kami harapkan mereka akan membawa kontrak atau perjanjiannya sehingga kami bisa tahu latar belakangnya. Setelah itu, baru bisa kami hubungkan dengan pencatatan Garuda atas pendapatannya,” ujarnya.

Sementara itu, menyikapi ramainya pemberitaan mengenai laporan keuangan perseroan 2018 yang memasukkan piutang menjadi pendapatan, Direktur Keuangan PT Garuda Indonesia Fuad Rizal menegaskan, hal itu tidak melanggar Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 23 karena secara substansi pendapatan dapat dibukukan sebelum kas diterima.

PSAK 23 menyatakan, tiga kategori pengakuan pendapatan, yaitu penjualan barang, penjualan jasa, dan pendapatan atas bunga, serta royalti dan dividen. Seluruhnya menyatakan kriteria pengakuan pendapatan, yaitu pendapatan dapat diukur secara andal, adanya manfaat ekonomis yang akan mengalir kepada entitas, dan adanya transfer risiko.

Sejalan dengan hasil audit KAP Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang dan Rekan, dinyatakan dalam pendapat auditor bahwa laporan keuangan telah disajikan secara wajar dalam seluruh hal yang material (wajar tanpa pengecualian).

“Manajemen yakin bahwa pengakuan pendapatan atas biaya kompensasi atas transaksi dengan Mahata telah sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku,” ucapnya.

Sementara itu, Garuda Indonesia terus berupaya memperkuat bisnis dengan memaksimalkan sektor kargo. Garuda akan menggunakan teknologi pesawat nirawak atau drone.

"Garuda Indonesia berencana mengoperasikan hingga 100 unit drone di Indonesia yang merupakan bentuk kerja sama eksklusif bersama Beihang UAS Technology," kata Direktur Kargo dan Pengembangan Usaha Garuda Indonesia Mohammad Iqbal.

Pada tahap awal, kata dia, Garuda Indonesia berencana mengoperasikan sebanyak tiga unit drone berjenis BZK-005 pada kuartal IV 2019. Iqbal mengatakan, teknologi tersebut akan diproyeksikan untuk mengangkut beban angkutan kargo hingga mencapai 1,2 ton dengan jarak tempuh mencapai 1.200 kilometer di ketinggian lima ribu meter.

(dedy darmawan nasution ed: ahmad fikri noor)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement