Senin 29 Apr 2019 07:56 WIB

Harga Naik Terus, Ada Apa dengan Bawang Putih?

Kemendag justru keluarkan izin impor bagi 8 importir dengan kuota 115.765 ton

Rep: Imas Damayanti/ Red: Budi Raharjo
Bawang putih impor yang dijual di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, Ahad (14/4).
Foto: Republika/Imas Damayanti
Bawang putih impor yang dijual di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, Ahad (14/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kenaikan harga bawang putih sudah terasa sejak awal tahun ini. Berdasarkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, pada 1 Januari 2019 harga rerata bawang putih berada di level Rp 26.750 per kilogram (kg). Sedangkan pada tanggal 10 Januari 2019, harga rerata bawang putih ukuran sedang mulai melonjak tinggi di angka Rp 32 ribu per kg.

Pergerakan kenaikan harga tak berhenti sampai di situ. Mengacu pada catatan tersebut, harga bawang putih pada 14 Februari 2019 menyentuh level Rp 38.550 per kg dengan sebaran kenaikan yang semakin bertambah di sejumlah daerah. Adapun wilayah-wilayah yang mengalami tren kenaikan dibanding bulan sebelumnya adalah Jawa Tengah dan Yogyakarta di mana harga sebelum bulan tersebut berada di rerata Rp 24.500-Rp 24.250 per kg.

Seperti tidak ada indikasi ke adanya penurunan harga, pada (18/3) lalu, pemerintah melalui Kementerian Bidang Perekonomian bersama sejumlah instansi pemerintah terkait menggelar rapat koordinasi terbatas (rakortas) untuk memutuskan Bulog sebagai pelaksana importasi bawang putih sebesar 100 ribu ton. Penunjukkan tersebut dilakukan sebagai bentuk antisipasi pemerintah dalam menjaga stabilitas harga dan pasokan bawang putih jelang Ramadhan.

“Memang ketika itu (18/4), kita semua mempertanyakan mengapa Bulog yang ditunjuk,” kata Ekonom dari Universitas Indonesia Fithra Faisal saat dihubungi Republika, Ahad (28/4).

Usai rakortas berlangsung, rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) disusun oleh Kementerian Pertanian (Kementan) kepada Bulog. Meski Kementan berkali-kali menegaskan bahwa RIPH sudah dikeluarkan sesuai dengan standarisasi aturan baku, sehingga tinggal menunggu persetujuan impor (PI) yang perlu ditindaklanjuti Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk Bulog. Namun, PI tak kunjung keluar.

Menko Perekonomian Darmin Nasution pada (23/3) menginstruksikan Kemendag untuk segera mengeluarkan PI. Menurut dia, sejauh ini Kemenko Perekonomian telah berkoordinasi dengan Kemendag untuk dapat mengeluarkan PI agar dapat mengintervensi penurunan harga yang kian melonjak.

Bukan mengeluarkan PI, Kemendag melalui Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyampaikan masih akan mempertimbangkan kebijakan impor tersebut. Enggar, secara eksplisit menyebut, pada (7/4) lalu, impor bawang putih oleh Bulog belum akan dilaksanakan dalam waktu dekat sebab Kemendag masih akan memanfaatkan stok bawang milik importir yang masih tersedia.

Seiring berjalannya waktu, PI bawang putih tak kunjung keluar dan harga terpantau semakin melonjak tinggi. Berdasarkan catatan PIHPS Nasional, harga bawang putih pada 10 april 2019 berada di rerata Rp 54.150 per kg. Seiring drama tarik ulur pemberian PI kepada Bulog, pemerintah melalui Kementan dan Kemendag gencar menggelar operasi pasar (OP) di sejumlah wilayah.

Kedua instansi negara tersebut mengklaim melakukan OP bawang dengan memanfaatkan stok milik importir sebesar 115 ribu. Stok milik importir sisa importasi tahun lalu tersebut diklaim siap membanjiri pasar dan menjaga stabilitas harga. Namun, menjelang penutup akhir bulan April 2019, harga bawang putih terus melonjak hingga menyentuh level Rp 61 ribu. Di beberapa daerah, harga bahkan menyentuh level Rp 70 ribu per kg.

Bahkan berdasarkan penelusuran Republika, di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, pada Jumat (26/4) lalu, harga bawang putih di level bandar masih cukup tinggi di kisaran Rp 48 ribu per kg. Para pedagang yang Republika tanyai juga mengaku sulit mendapatkan bawang putih di bandar sebab stok yang langka.

Di saat harga melonjak tinggi, secara mengejutkan Kemendag justru mengeluarkan PI kepada delapan importir dengan kuota importasi sebesar 115.765 ton pada (26/4) lalu. Kendati kuota impor tersebut tidak sesuai dengan komitmen rakortas yang ada, bawang putih impor milik importir siap mengguyur Indonesia beberapa waktu lagi. Dan, Bulog masih akan berupaya untuk mendapatkan komitmen pemerintah yang menugaskannya sebagai pelaksana impor.

“Mungkin, apa yang diupayakan oleh Kemenko Perekonomian menginstruksikan Bulog sebagai pelaksana impor adalah agar peredaran barang dan harga bisa lebih mudah di pantau. Tidak seperti di swasta,” kata Fithra.

Menurut Fithra, sejauh ini kisruh pelaksana impor diawali dengan ketidaksinkronan data stok bawang putih antara Kemendag dengan Kementan. Dia menjelaskan, harusnya pemerintah saling berkoordinasi dan menerapkan pendataan satu pintu agar penyusunan kebijakan impor dapat ditindaklanjuti dengan akurat.

Fithra juga mengimbau kepada pemerintah untuk melakukan pengawasan distribusi barang yang dimiliki importir.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement