Ahad 28 Apr 2019 17:16 WIB

Peringkat Satu GMTI, Industri Halal Indonesia Harus Inovatif

Indonesia meraih peringkat satu GMTI dalam industri halal global.

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Elba Damhuri
Sejumlah perahu nelayan bersandar seusai melaut di tepi pantai Pelabuhan Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah, Rabu (25/7). Potensi segmen wisata halal dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup halal saat ini.
Foto: ANTARA FOTO/Aji Styawan
Sejumlah perahu nelayan bersandar seusai melaut di tepi pantai Pelabuhan Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah, Rabu (25/7). Potensi segmen wisata halal dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup halal saat ini.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Setelah berhasil berada di peringkat satu Global Muslim Travel Index (GMTI) 2019, Indonesia harus membuktikan dampak positif wisata halal. Indonesia juga dinilai harus terus berinovasi jika ingin berada di depan.

CEO Crescent Rating dan Halal Trip Fazal Bahardeen menjelaskan pada 2016 ia ingat Menteri Pariwisata Arief Yahya bertekad menjadikan Indonesia di peringkat satu GMTI pada 2019. Dengan segala usaha, pada 2019 tekad itu tercapai.

"Tentu, meraih itu sulit. Tapi mempertahankan dan memimpin pasar itu pekerjaan yang lebih sulit," ungkap Fazal dalam diskusi pariwisata halal di IIE Fest di Bandung, Jawa Barat, pada Jumat (26/5).

Fazal mengatakan, ia tahu betapa kerasnya upaya Tim Pengembangan dan Percepatan Pariwisata Halal Kementerian Pariwisata untuk membawa Indonesia ke level sekarang. Maka, upaya untuk tetap jadi yang terbaik tidak boleh berkurang, tapi harus meningkat.

"Menjadi satu penting. Tapi meraih peluang jauh lebih penting, terutama untuk buktikan dampak ekonomi wisata halal dan sektor lain yang terkait terutama UMKM. Kalau itu bisa terwujud, akan bagus," tutur Fazal.

Ia melihat ada beberapa upaya yang harus terus digelorakan. Pertama dan yang terpenting adalah edukasi, termasuk untuk semua level industri. Crescent Rating melihat edukasi masih kurang di semua tempat. Terutama mengatasi salah paham wisata halal.

"Beberapa yang menolak wisata halal karena mereka tidak paham. Mereka bisa diedukasi," ucap Fazal.

Kedua, aspek lingkungan dan ekosistem. Startup harus diajak terlibat. Teknologi bukan lagi hype tapi hal umum kini. "Terakhir, inovasi adalah kunci. Kalau mau terus di depan, Indonesia harus terus berinovasi," kata Fazal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement