Kamis 25 Apr 2019 16:00 WIB

Bank Indonesia Pertahankan Suku Bunga Acuan 6 Persen

Langkah BI mempertahankan suku bunga acuan 6 persen dilakukan sejak November 2018.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Suku bunga Bank Indonesia
Foto: IST
Suku bunga Bank Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) melalui Rapat Dewan Gubernur yang digelar sejak Rabu (24/4) hingga Kamis (25/4) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan atau BI 7-days Reverse Repo Rate sebesar 6 persen. Kebijakan tersebut turut diikuti dengan mempertahankan suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75 persen.

Gubernur BI Perry Warjiyo, mengatakan, keputusan untuk mempertahankan suku bunga acuan sejalan dengan kondisi ekonomi domestik serta untuk memperkuat stabilitas eksternal perekonomian Indonesia. “Bank Indonesia memandang nilai tukar rupiah akan bergerak stabil dengan mekanisme pasar yang terjaga dengan baik untuk mendukung stabilitas ekonomi,” kata Perry dalam Konferensi Pers di Gedung Thamrin, Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Kamis (25/4).

Baca Juga

Perry mengatakan, dengan tingkat suku bunga acuan tersebut, BI akan terus mengakselerasi program-program pendalaman pasar keuangan, khususnya di pasar uang dan pasar valas. Selain itu, koordinasi pemerintah dan otoritas terkait terus dipererat demi mempertahankan stabilits ekonomi.

Terutama, dalam pengendalian laju inflasi, defisit transaksi berjalan, serta menjaga momentum pertumbuhan ekonomi ke depan. Momentum pertumbuhan itu, kata Perry, dioptimalkan dengan memperkuat permintaan domestik dan mendorong ekspor serta sektor pariwisata dan aliran modal asing.

Sebagaimana diketahui, BI mempertahankan suku bunga acuan di level 6 persen sejak November 2018. Level terendah suku bunga acuan terakhir pada Mei 2018, yakni sebesar 4,25 persen. Namun, sejak saat itu, Bank Indonesia secara perlahan menaikkan suku bunga acuan hingga 1,75 persen hingga naik menjadi 6 persen akibat pelemahan rupiah yang cukup dalam.

Perry mengatakan, kebijakan untuk mempertahankan suku bunga acuan tersebut telah mempertimbangkan kebijakan moneter Bank Sentral AS, The Fed.

Berdasarkan hasil Rapat Dewan Gubernur pada Maret lalu, BI memprediksi pada tahun ini The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak satu kali pada tahun ini dan tahun depan. Namun, hasil RDG terakhir yang digelar bulan ini, otoritas memprediksi The Fed tidak akan menaikkan suku bunga acuan baik tahun ini maupun tahun depan.

Hal itu disebabkan adanya pelemahan ekonomi AS yang dipengaruhi oleh turunnya pendapatan dan keyakinan dunia usaha, terbatasnya stimulus fiskal bagi kororasi, serta permasalah struktural di pasar tenaga kerja.

Selain itu, ekonomi Cina juga mengalami perlambatan meskipun otoritas setempat tengah melakukan ekspansi fiskal melalui pemotongan pajak dan pembangunan infrastruktur. Adapun ekonomi Eropa diprakirakan juga melambat akibat melemahnya ekspor dan belum tuntasnya masalah di sektor keuangan.

Di tengah ketidakpastian ekonomi global tersebut, Perry menyatakan otoritas moneter menempuh enak kebijakan untuk mendorong permintaan dari sisi domestik. Pertama, dengan meningkatkan ketersediaan likuiditas dan mendukung  pendalaman pasar keuangan melalui penguatan strategi operasi moneter.

“Operasi moneter kita lakukan dua arah. Yaitu tidak hanya mengintervensi bank-bank yang mengalami kelebihan likuiditas, tapi juga melakukan injeksi ke bank-bank yang mengalami kekurangan likuiditas,” katanya.

Kebijakan kedua, dari sisi suplai uakni mendorong transaksi domestic non deliverable forward (DNDF), khususnya melalui  penyederhanaan ketentuan kewajiban underlying transaksi. Ketiga, mendorong implementasi penyelenggara sarana pelaksanaan transaksi di pasar uang dan pasar valas.

Keempat, mengembangkan pasar Surat Berharga Komersial (SBK) sebagai alternatif sumber pendanaan jangka pendek oleh korporasi. Serta kelima, mendorong perluasan elektronifikasi bansos non tunai, dana desa, moda transportasi, dan operasi keuangan pemerintah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement