Rabu 24 Apr 2019 20:10 WIB

Penurunan Harga Bawang Sudah Terjadi di Sejumlah Wilayah

Harga bawang diprediksi bisa turun ke kisaran Rp 30 ribu per kilogram

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nidia Zuraya
Sejumlah warga membeli bawang di salah satu pedagang musiman di Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (24/4/2019).
Foto: Antara/Basri Marzuki
Sejumlah warga membeli bawang di salah satu pedagang musiman di Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (24/4/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Tjahya Widayanti mengatakan, pemerintah akan berupaya menurunkan harga bawang putih hingga ke kisaran Rp 25 ribu-Rp 30 ribu per kilogram (kg). Diketahui, saat ini harga rata-rata bawang putih menyentuh level Rp 55 ribu per kg.

“Saat ini masih diturunkan di kisaran Rp 30 ribu,” kata Tjahya kepada Republika, Rabu (24/4).

Baca Juga

Tjahya menyebut, saat ini penurunan harga bawang putih sudah terjadi di beberapa wilayah. Dia mencontohkan, di salah satu pasar yang ada di Pekanbaru menurut salah satu pedagang, harga bawang putih sudah turun di kisaran Rp 30 ribu per kg.

Mengacu catatan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, harga bawang putih sedang pada 24 April 2019 berada di kisaran Rp 54.250 per kg-Rp 60 ribu per kg. Sedangkan dalam kurun sebulan terakhir, pergerakan harga bawang putih cenderung merangkak naik dari hari ke hari.

Meski saat ini pemerintah telah mengeluarkan izin impor bawang putih kepada tujuh importir, belum ada penurunan harga yang signifikan di pasar.

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menilai, satu-satunya cara menurunkan harga bawang putih adalah dengan membanjiri pasar denhan stok impor. Pada umumnya, kata dia, ketika stok tersebut melimpah maka harga akan turun dengan sendirinya.

Menurutnya, operasi pasar (OP) merupakan salah satu upaya efektif untuk menurunkan harga di kisaran harga target Kemendag. “Barangnya bisa dari importir ataupun dari pemerintah melalui Bulog. Semakin banyak pihak yang melakukan operasi pasar pun akan semakin bagus untuk menurunkan harga,” kata Nailul.

Dia menjelaskan, penurunan harga pasti akan terjadi asalkan realisasi impor tidak tertunda lagi dan ketersediaan pasokan di pasar terjamin. Dia menambahkan, dstribusi pelaksanaan OP juga harus mengacu pada konsumsi per daerah di mana kebutuhan daerah akan bawang putih berbeda-beda.

Namun demikian, hal itu bisa diatasi ketika ada perencanaan impor yang matang dengan menggunakan data kebutuhan dan ketersediaan bawang putih daerah maupun nasional.

Di sisi lain, Nailul menilai, realisasi impor yang dilaksanakan oleh importir merupakan indikasi deal tertentu dari OP yang digelar beberapa waktu lalu. Diketahui, Kemendag bersama Kementerian Pertanian (Kementan) sama-sama menggelar OP dengan menggunakan stok milik importir.

Menurutnya, jika kecurigaan tersebut benar, maka tak menutup kemungkinan ada kartel di importir bawang putih. “Tapi bisa jadi, tertundanya impor bawang putih oleh Bulog karena persyaratan administrasi yang belum dipenuhi oleh Bulog. Tapi kalau yang ini juga benar, miris sekali ya karena Bulog adalah lembaga pemerintah,” kata dia.

Dia menjelaskan, bila pemerintah memiliki komitmen untuk menghindari dugaan kartel, hal itu mudah saja dilakukan mengingat regulasinya sudah tersedia. Maka, bila terdapat Importir yang tidak transparan dalam menunjukkan data stok sisa importasi yang dimiliki, hal itu dapat dikenakan hukuman dari pemerintah.

Namun hal tersebut, kata dia,  juga tidak dilakukan secara maksimal. “Kalau mau ditambah harusnya bikin peraturan untuk mengecek Peraturan di setingkat menteri ke bawah dengan competition checklist untuk menghidari ada perilaku kartel,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement