Selasa 23 Apr 2019 12:30 WIB

Investasi Industri Manufaktur Tembus Rp 226,18 Triliun

Kemenperin siap menggelontorkan anggaran Rp 1,78 triliununtuk program vokasi industri

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nidia Zuraya
Industri manufaktur
Foto: Prayogi/Republika
Industri manufaktur

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat, investasi sektor industri manufaktur pada 2014 sebesar Rp 195,74 triliun mengalami peningkatan pada 2018 sebesar Rp 226,18 triliun. Dengan peningkatan investasi tersebut, pemerintah berupaya menyiapkan sumber daya manusia (SDM) industri baik di skala besar maupun kecil.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, terdapat tiga pilar utama yang perlu menjadi perhatian untuk memacu pertumbuhan industri nasional, yaitu investasi, teknologi, dan SDM. Menurutnya, ketersediaan SDM yang terampil sangat diperlukan guna meningkatkan produktivitas dan daya saing sektor industri.

Baca Juga

“Apalagi, Indonesia sekarang punya potensi tersebut seiring dengan adanya bonus demografi yang sedang kita nikmati hingga tahun 2030,” kata Airlangga dalam keterangan pers yang diterima Republika, Selasa (23/4).

Airlangga mengungkapkan, dalam menyiapkan SDM yang berkompeten di bidang industri, Kemenperin siap menggelontorkan anggaran sebesar Rp 1,78 triliun untuk program pendidikan vokasi industri pada tahun 2019. Progam tersebut menjadi salah satu andalan pemerintah untuk menyiapkan angkatan kerja di dalam negeri yang dapat menerapkan industri 4.0.

Untuk itu pihaknya terus berupaya menciptakan SDM kompeten terutama yang siap menghadapi era industri 4.0. Menurutnya, Indonesia perlu merombak kurikulum pendidikan dengan lebih menekankan pada bidang Science, Technology, Engineering, Arts, and Mathematics (STEAM). Di sampinh juga terus berfokus untuk meningkatkan kualitas unit pendidikan vokasi.

Hingga saat ini, kata dia, Kemenperin telah memiliki sembilan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), 10 politeknik, dan dua akademi komunitas. Beberapa program peningkatan SDM lainnya, kata Airlangga, telah dilakukan melalui program link and match antara industri dan SMK.

Dengan program tersebut ditargetkan Indonesia mampu meningkatkan kompetensi dari para lulusan SMK, sehingga mampu langsung bekerja di industri karena kurikulum yang diajarkan mengikuti kebutuhan di sektor industri.

“Sekarang sudah ada 855 perusahaan sudah melakukan kerja sama dengan 2.012 SMK. Untuk itu, kami memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada SMK dan industri yang sangat antusias ikut serta dalam program strategis tersebut,” kata dia.

Melalui program-program pengembangan SDM tersebut, pihaknya optimistis memasang target pertumbuhan industri nonmigas sebesar 5,4 persen pada tahun 2019. Adapun sektor-sektor yang diproyeksikan tumbuh tinggi antara lain industri makanan dan minuman 9,86 persen, permesinan tujuh persen, tekstil dan pakaian jadi 5,61 persen, serta industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki 5,40 persen.

Dia mencatat, pada periode tahun 2014-2017 terjadi penambahan populasi industri besar dan sedang. Dari tahun 2014 sebanyak 25.094 unit usaha menjadi 30.992 unit usaha pada 2018. Hal itu menurutnya, menumbuhkan 5.898 unit usaha baru.

Selain itu, peningkatan investasi dianggap berbanding lurus dengan serapan tenaga kerja industri yang terus meningkat. “Di 2015 itu ada 15,54 juta orang tenaga kerja, di 2018 menjadi 18 juta orang pekerja atau naik 17,4 persen. Artinya, sektor industri menyerap tenaga kerja rata-rata 672 ribu orang per tahun,” kata dia.

Airlangga menjelaskan, peningkatan pada penyerapan tenaga kerja tersebut merupakan bagian efek berantai dari pelaksanaan kebijakan hilirisasi industri. Sehingga terjadi pertumbuhan sektor industri, yang sejalan pula dengan adanya penambahan investasi atau ekspansi di Indonesia. Di sektor industri kecil, kata dia, peningkatan investasi juga berdampak pada penumbuhan unit usaha baru.

Berdasarkan catatan Kemenperin, pada 2014 terdapat 3,52 juta unit usaha industri kecil dan pertumbuhannya naik menjadi 4,49 juta unit usaha di tahun 2017. Artinya, pada sektor tersebut setidaknya terjadi pertumbuhan sekitar 970 ribu unit usaha selama kurun tiga tahun tersebut.

Pertumbuhan penyerapan tenaga kerja paling aktif, kata dia, salah satunya dilakukan oleh sektor industri otomotif yang telah menyerap lebih dari satu juta tenaga kerja.

Pada sektor industri otomotif, terdapat empat pabrikan besar telah menjadikan Indonesia sebagai rantai pasok global. Sedangkan dalam waktu dekat, kata Airlangga, akan ada beberapa principal otomotif lagi yang akan bergabung sehingga dapat menjadikan Indonesia sebagai hub manufaktur otomotif di wilayah Asia.

Adapun sektor manufaktur lainnya yang menyerap tenaga kerja banyak, yakni industri makanan dengan kontribusi hingga 26,67 persen, disusul industri pakaian jadi sebesar 13,69 persen, serta industri kayu, barang dari kayu, dan gabus 9,93 persen. Sementara itu catatan lainnya, industri tekstil menyerap tenaga kerja sebesar 7,46 persen, industri barang galian bukan logam 5,72 persen, dan industri furnitur sebesar 4,51 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement