REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Asosiasi Hortikulutra Indonesia Anton Muslim menilai, Kementerian Pertanian (Kementan) perlu menggenjot produksi bawang putih di dalam negeri guna mengurangi porsi impor sebesar 90 persen. Jika mengacu pada target swasembada bawang putih 2021 yang dicanangkan Kementan, pihaknya khawatir hal tersebut hanya kedok memelihara kebijakan impor semata.
Sebelumnya diketahui, Kementan tengah memacu program tanam panen benih untuk memenuhi target swasembada pada 2021. Benih yang ditanam dan dipanen tersebut rencananya akan ditanam kembali untuk memenuhi luas lahan tanam yang tersedia. Setidaknya 69 ribu hektare lahan tanam ditargetkan dapat memenuhi luas tanam benih yang ada, sementara tahun ini Kementan berusaha mengejar proses tanam seluas 20-30 hektare.
“Jadi jangan sekaligus langsung produksi benih semuanya untuk 2021, sebagian langsung diproduksi saja bawang putihnya saat ini. Nanti hanya dijadikan alasan untuk bisa impor,” kata Anton saat dihubungi Republika.co.id, Senin (15/4).
Dia menilai, saat ini pemerintah perlu mengerem pergerakan impor produk pertanian guna memberi peluang kepada produk pertanian lokal berdaya saing. Terlebih, menurutnya, kualitas produksi bawang putih lokal lebih baik ketimbang bawang putih impor. Sehingga bila pemerintah menutup berapa persen porsi impor, hal itu dapat membuka peluang bagi bawang putih lokal mendapat ruang di mata konsumen.
Anton menjelaskan, alasan tersebut juga bisa menjadi salah satu medium bagi pemerintah untuk mengedukasi masyarakat tentang komoditas lokal yang memiliki nilai tambah secara kualitas. Meski begitu dia mengakui, kebutuhan bawang putih nasional belum bisa terlepas seluruhnya dari pasokan impor.
“Kementan coba kalkulasi, kira-kira berapa persen yang bisa dijadikan benih dan berapa yang bisa diproduksi dan dijual di pasar,” kata dia.
Seperti diketahui, pemerintah memerintahkan Badan Usaha Logistik (Bulog) untuk melaksanakan impor bawang putih sebesar 100 ribu ton. Kebijakan tersebut disusun untuk mengantisipasi lonjakan harga dan kebutuhan menjelang Ramadhan dan Lebaran. Namun hingga saat ini, izin impor bawang putih tersebut belum dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Sementara izin belum dikeluarkan, pergerakan harga bawang putih di pasaran terus merangkak naik. Mengacu catatan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, harga bawang putih sedang pada 15 April 2019 berkisar Rp 48.330-Rp 58.530 per kilogram (kg). Sedangkan berdasarkan pantauan Republika.co.id pada Ahad (14/4) kemarin, harga bawang putih jenis kating di Pasar Induk Kramat Jati sebesar Rp 43 ribu-Rp 45 ribu per kg di tingkat bandar.
Menanggapi hal ini, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menjelaskan, kenaikan harga bawang putih bukan bagian dari domain kerjanya. Namun begitu, pihaknya memastikan ketersediaan produksi produk-produk pertanian di tingkat petani dan peternak jelang Ramadhan aman terkendali. Untuk saat ini, kata dia, produksi tanaman bawang putih sudah naik sebesar 2.000 persen dibanding capaian pada 2014 silam yang hanya tanam sebesar 1.000 hektare lahan.
“Memang, kita fokusnya di benih dulu. Tapi nanti jangka panjangnya akan terasa, kita bisa menutup impor seluruhnya pada 2021,” kata Amran.
Sementara itu Direktur Jenderal Hortikultura Kementan Suwandi menyebutkan, saat ini Kementan mengaku terus menggodok produksi benih. Alasannya, saat ini kendala utama pengembangan produksi pertanian yang kerap dirasakan petani adalah perihal mahalnya benih yang tersedia.
“Jadi kalau kita punya pasokan benih yang cukup, petani bisa lebih produktif. Lahan tanam tersedia, benih ada, maka tinggal memetik hasilnya saja,” kata Suwandi.