Selasa 09 Apr 2019 15:17 WIB

Indonesia Meminta Keadilan Uni Eropa Soal Sawit

Indonesia membawa masalah sawit ke WTO.

Menko Perekonomian Darmin Nasution didampingi Dubes Indonesia untuk Belgia Yuri Octavian Thamrin, Sekjen Kementerian Industri Utama (MPI) Malaysia Dato’ Tan Yew Chong, dan Duta Besar Kolombia di Brussel Felipe Garcia Echeverri melakukan konferensi pers di Kota Brussels, Belgia, Senin (8/4) malam WIB.
Foto: Republika/Erik Purnama Putra
Menko Perekonomian Darmin Nasution didampingi Dubes Indonesia untuk Belgia Yuri Octavian Thamrin, Sekjen Kementerian Industri Utama (MPI) Malaysia Dato’ Tan Yew Chong, dan Duta Besar Kolombia di Brussel Felipe Garcia Echeverri melakukan konferensi pers di Kota Brussels, Belgia, Senin (8/4) malam WIB.

REPUBLIKA.CO.ID, Laporan wartawan Republika.co.id Erik Purnama Putra dari Brussel, Belgia

BRUSSEL -- Pemerintah Indonesia meminta agar Uni Eropa tidak melakukan diskriminasi dan menghentikan pembahasan rancangan aturan yang melarang peredaran produk turunan kelapa sawit di Eropa. Staf Khusus Menteri Luar Negeri, Peter Gonta mengatakan Indonesia hanya meminta keadilan, karena penolakan terhadap kelapa sawit dari Indonesia semakin kencang dilakukan Parlemen Uni Eropa, masyarakat, maupun LSM.

Baca Juga

"Saya sedih juga, kita sampaikan fakta-fakta ke mereka, tapi kita sering tak digubris. Ini pemakaian produk turunan kelapa sawit selalu turun lima persen dalam empat tahun terakhir. Di bungkusan makanan tertera 'no palm oil', ini membangun citra negatif. Ini tidak fair," kata mantan dubes Indonesia untuk Polandia itu.

Peter pun sempat menunjukkan surat kepada Republika.co.id yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohammad yang berisi enam poin sikap bersama kedua negara, yang menolak tindakan Uni Eropa. Menurut Peter, surat itu sudah dikirim ke Uni Eropa sebagai sikap perlawanan kedua negara produsen terbesar kelapa sawit agar tidak diperlakukan seenaknya oleh negara lain.

"Ini bukan bela pemerintah, tapi negara. Mereka anggap kita jajahan kita, prinsipnya Asia dianggap bodoh. Kita dianggap masyarakat kelas bodoh," kata Peter.

Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan berdasarkan data 2017, wilayah hutan di Indonesia mencapai 63 persen dari total daratan, dan 42,95 persen dari total hutan berstatus dilindungi dan hutan konservasi. Dia pun menyinggung data resmi Uni Eropa pada 2015, wilayah hutan Uni Eropa hanya terdiri 37,89 persen dari total area dan hanya 16,43 persen hutan yang tersedia untuk pasokan kayu.

Dengan fakta itu, ia pun mempertanyakan kebijakan Uni Eropa yang mempertanyakan kebijakan alih fungsi untuk kelapa sawit, sebagai dasar kerusakan hutan di Indonesia. "Ini sangat ironis, mereka mengusik Indonesia dengan isu ini (padahal hutan kita lebih luas)," kata Darmin mengklaim.

Dia menyebut, kelapa sawit merupakan komoditas penting yang berkontribusi sangat signifikan bagi pertumbuhan ekonomi dan mengurangi pengangguran di Indonesia, karena ada 5 juta pekerja mencari nafkah, dan sekitar 19,5 petani maupun keluarganya terlibat dalam sektor ini. Darmin mengatakan, pemerintah Indonesia sudah melakukan langkah penting untuk memperbaiki berbgai kekurangan terkait kelapa sawit.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement