Selasa 09 Apr 2019 10:44 WIB

Produsen Sawit Bahas Langkah Diskriminatif UE di Brussels

Regulasi tersebut membatasi dan secara efektif melarang semua minyak sawit di UE.

Rep: Adinda Pryanka / Red: Friska Yolanda
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dalam pertemuan Misi Gabungan Negara-negara Penghasil Minyak Sawit (Council of Palm Oil Producing Countries/ CPOPC)  di Brussels, Belgia, Senin (8/4).
Foto: Biro Humas Kemenko Perekonomian
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dalam pertemuan Misi Gabungan Negara-negara Penghasil Minyak Sawit (Council of Palm Oil Producing Countries/ CPOPC) di Brussels, Belgia, Senin (8/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Misi Gabungan Negara-negara Penghasil Minyak Sawit (Council of Palm Oil Producing Countries/ CPOPC) mencapai kesepakatan bersama membahas langkah-langkah diskriminatif yang ditimbulkan otoritas Uni Eropa (UE) mengenai pembatasan pengunaan penggunaan kelapa sawit untuk biofuel. Kesepakatan diambil dalam pertemuan CPOPC di Brussels, Belgia, Senin (8/4).

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, negara-negara anggota CPOPC memandang undang-undang antikelapa sawit sebagai kompromi politik di UE. Tujuannya, mengisolasi dan mengecualikan minyak kelapa sawit dari sektor energi terbarukan demi keuntungan minyak nabati yang berasal dari bunga matahari (sun flower) dan rapeseed. "Maupun minyak nabati impor lainnya seperti soya bean oil yang kurang kompetitif," tuturnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Senin malam.

Baca Juga

Darmin diketahui memimpin delegasi Indonesia, sedangkan Malaysia dipimpin oleh Dato ’Dr Tan Yew Chong, Sekretaris Jenderal Kementerian Industri Primer Malaysia. Kolombia yang bertindak sebagai negara pengamat diwakili oleh Duta Besar Kolombia untuk Kerajaan Belgia yang juga menjabat Kepala Misi Kolombia untuk Uni Eropa, Yang Mulia Felipe Garcia Echeverri.

Misi ini merupakan tindak lanjut dari keputusan yang disepakati dalam Pertemuan Tingkat Menteri ke-6 CPOPC yang diadakan pada tanggal 28 Februari 2019 di Jakarta. Saat itu, anggota CPOCC dengan sangat keras memprotes Suplemen Resolusi petunjuk Tambahan 2018/2001 Uni Eropa mengenai Energi Terbarukan (Renewable Energy Directive II, Delegated Act).

Darmin mengatakan, dalam pandangan CPOPC, regulasi tersebut membatasi dan secara efektif melarang semua minyak sawit di UE untuk pengunaan biofuel melalui penelitian yang cacat secara ilmiah. Yaitu, dengan mempergunakan ILUC (Indirect Land Use Change), perubahan penggunaan lahan secara tidak langsung.

Menurut Darmin, kriteria dalam ILUC itu tidak berdasarkan metode yang dapat dipertanggung jawabkan dan kemudian dipergunakan dalam Delegated Act. Metode itu sengaja memfokuskan minyak kelapa sawit sebagai penyebab deforestasi, tanpa mengupayakan untuk memasukkan penelitian lingkungan yang lebih luas terkait dengan budidaya minyak nabati lainnya termasuk rapeseed dan soya bean oil.

CPOPC juga memandang regulasi itu sebagai instrumen unilateral yang ditujukan terhadap produsen minyak kelapa sawit. "Nantinya, justru menghambat pencapaian pengentasan kemiskinan dan tujuan Pembangunan Berkelanjutan Pereserikatan Bangsa Bangsa (SDGs) lainnya," ucap Darmin.

CPOPC dengan tegas menyuarakan keprihatinan. Sebab, asumsi-asumsi yang didasarkan pada kriteria itu tidak akurat dan tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah serta kontradiktif atau bertolak belakang dengan fakta.

Darmin mengatakan, manuver politik Komisi Uni Eropa secara jelas bertujuan menghilangkan minyak kelapa sawit dari pasar Uni Eropa secara sepihak.

Kondisi ini tidak hanya merugikan negara produsen minyak kelapa sawit, juga merugikan korporasi pengguna minyak kelapa sawit di UE. Khususnya, mereka yang telah melakukan investasi besar, terutama dalam melakukan pengembangan biofuel untuk menggantikan bahan bakar fosil. "Hal ini  bertentangan dengan konstitusi Uni Eropa dan Konvensi Internasional dibidang Ekonomi dan Hak Sosial," kata Darmin.

CPOPC akan menyampaikan kekhawatiran ini kepada para pemimpin dan otoritas UE. Harapannya, penyampaian ini dapat membuka jalan solusi yang dapat diterima oleh semua pihak terkait. Tidak terkecuali, oleh pihak stakeholders sebagai pengguna minyak kelapa sawit dari UE.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement