Selasa 09 Apr 2019 09:26 WIB

Tiket Pesawat Mahal, Pendapatan Agen Perjalanan Menurun

Asita sambut promo tiket dari maskapai, tetapi mereka butuh kebijakan jangka panjang.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Aktivitas penerbangan di Terminal 2 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Yulius Satria Wijaya
Aktivitas penerbangan di Terminal 2 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Perusahaan Perjalanan Indonesia (Asita) mengakui mengalami penurunan pendapatan hingga 40 persen semenjak tarif tiket pesawat mulai mahal. Ketua Umum Asita, Rusmiati, mengatakan, agen yang paling terdampak yakni mereka yang hanya menjual tiket tanpa fasilitas paket wisata domestik.

“Sebenarnya ini tidak baik, karena permintaan pelaku usaha di destinasi wisata juga mengakui mengalami penurunan permintaan sekitar 30 persen. Ini dampaknya bukan hanya tourism, tapi keseluruhan ekonomi,” kata Rusmiati kepada wartawan usai Pelantikan DPP Asita 2019-2024 di Kementerian Pariwisata, Senin (8/4) malam.

Baca Juga

Sekalipun diakui, beberapa wisatawan domestik alhasil merubah destinasi ke luar negeri, hal itu tetap menurunkan pendapatan agen travel. Di satu sisi, harga tiket pesawat yang lebih murah untuk rute ke negara tetangga daripada rute domestik membuat pelaku usaha travel prihatin.

Rusmiati menjelaskan, pihaknya sejalan dengan sikap Kementerian Pariwisata yang terus mendorong maskapai untuk membuka sub kelas tiket. Para agen wisata tidak menuntut maskapai untuk menurunkan tiket secara merata. Namun, lebih kepada penyediaan sub kelas tiket dari yang termurah hingga tertinggi.

Tentunya harga yang ditetapkan sesuai dalam koridor tarif batas bawah dan tarif batas atas. “Seharusnya mulai 1 April harga sudah turun karena Presiden dan Menko Maritim ikut turun tangan. Nanti kita akan lihat lagi,” ujarnya.

Sementara ini, Rusmiati mengakui, beberapa rute domestik ada yang sudah mengalami penurunan. Namun khusus untuk rute-rute yang bukan menjadi favorit wisata. Sementara, rute penerbangan ke daerah wisata seperti Bali masih cukup tinggi.

Terkait kebijakan maskapai yang memberikan promo tiket murah, Asita menyambut baik. Namun, yang lebih dibutuhkan adalah kebijakan jangka panjang untuk besaran harga tiket ke depan. Sebab, dengan kondisi yang saat ini, banyak sektor industri yang dirugikan dan menganggu ekosistem industri pariwisata nasional.

Rusmiati menambahkan, setidaknya di saat harga tiket pesawat yang belum stabil, ia menyarankan masyarakat untuk tidak membeli tiket di akhir pekan atau saat hari libur nasional. Sebab, harga yang terpasang akan sangat mahal. Sebaiknya, bepergian untuk wisata atau keperluan lainnya dilakukan pada hari biasa ketika permintaan sedang menurun dan harga cenderung rendah.

Menteri Pariwisata, Arief Yahya, mengeluhkan tingginya harga tiket pesawat yang masih berlangsung hingga saat ini. Ia menyatakan, mahalnya hargta tiket sejak tiga bulan terakhir membuat kunjungan wisatawan domestik terhadap destinasi wisata lokal melesu.

“Penurunan kunjungan (wisatawan domestik) rata-rata 30 persen. Destinasi wisata sepeti Lombok yang kasihan karena baru saja jatuh akibat bencana alam,” kata Arief di Kementerian Pariwisata, Senin (8/4) malam.

Arief menegaskan, kenaikan tarif pesawat sejatinya bukan menjadi masalah jika dilakukan secara bertahap. Namun bukan dilakukan secara tiba-tiba, sebab hal ini menyangkut suatu ekosistem yang salin berkaitan hingga ke level pelaku usaha yang berada di kawasan destinasi wisata. Kondisi saat ini pun diperparah dengan kenaikan harga yang tiket yang lebih dari 100 persen untuk beberapa rute favorit.

“Kembalikan harga seperti semula, jangan melakukan kenaikan tarif terlalu besar dan mendadak kalau anda tidak ingin menghancurkan industri,” kata Arief.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement