REPUBLIKA.CO.ID, KUDUS -- Tingkat pencairan dana desa di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, pada tahun anggaran 2018 mencapai Rp 115 miliar atau 98 persen dari alokasi setahun sebesar Rp 117 miliar. Meski sejumlah desa tak bisa mencairkan dana secara maksimal.
"Dengan pencairan sebesar itu, memang ada beberapa desa yang tidak bisa mencairkan secara maksimal karena beberapa faktor," Kepala Badan Pengelolaan Pendapatan, Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Kudus Eko Djumartono di Kudus, Senin (8/4).
Ia mencontohkan Desa Tergo tidak bisa mencairkan dana desa sama sekali pada tahun anggaran 2018 karena tidak bisa menyampaikan laporan pertanggungjawaban untuk penggunaan dana desa tahun sebelumnya. Desa lainnya yang mengalami kasus serupa, yakni Desa Glantengan karena permasalahan perencanaan untuk berinvestasi, namun belum bisa dilakukan sehingga dananya tidak bisa dicairkan.
Adapun jumlah dana desa yang belum dicairkan oleh Desa Tergo sebesar Rp 1,8 miliar, sedangkan Desa Glantengan sebesar Rp 703,35 juta. Untuk desa lainnya, yakni Desa Kauman yang tidak bisa mencairkan dana desa untuk tahap tiga sebesar Rp 281 juta.
"Meskipun belum bisa dicairkan, namun dana desa tersebut tetap aman karena masih tersimpan di kas daerah sehingga bisa dicairkan pada tahun anggaran berikutnya," ujarnya.
Jumlah dana desa yang diterima desa setiap tahunnya mengalami kenaikan. Adapun dana desa yang diterima selama tiga tahun terakhir untuk tahun 2017 tercatat sebesar Rp 103,68 miliar, kemudian tahun 2018 naik menjadi Rp 117 miliar dan tahun ini naik lagi menjadi Rp 139,1 miliar.
Alokasi dana desa yang diterima Pemkab Kudus, dibagi untuk 123 desa yang tersebar di sembilan kecamatan di Kabupaten Kudus. Untuk mencairkan dana desa, maka masing-masing desa harus memenuhi sejumlah persyaratan, terutama harus sudah menyusun APBDes yang diperkuat dengan Peraturan Desa tentang APBDes.