Sabtu 30 Mar 2019 11:20 WIB

Harga Minyak Bukukan Kenaikan Kuartalan Terbesar

Sanksi-sanksi AS terhadap Iran dan Venezuela telah mengangkat harga-harga minyak.

Matahari tenggelam di belakang kilang minyak di dekat El Tigre, sebuah kota di sabuk minyak Hugo Chavez Venezuela. Ekspor minyak Venezuela ke AS telah menurun secara stabil selama bertahun-tahun, turun secara tajam selama dekade terakhir karena produksinya anjlok di tengah krisis ekonomi dan politik yang panjang.
Foto: AP
Matahari tenggelam di belakang kilang minyak di dekat El Tigre, sebuah kota di sabuk minyak Hugo Chavez Venezuela. Ekspor minyak Venezuela ke AS telah menurun secara stabil selama bertahun-tahun, turun secara tajam selama dekade terakhir karena produksinya anjlok di tengah krisis ekonomi dan politik yang panjang.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak dunia naik sekitar satu persen pada penutupan perdagangan Jumat (29/3). Harga minyak membukukan kenaikan kuartal terbesar dalam satu dasawarsa karena sanksi-sanki AS terhadap Iran dan Venezuela serta pengurangan pasokan yang dipimpin OPEC membayangi kekhawatiran atas perlambatan ekonomi global.

Kontrak berjangka minyak mentah Brent untuk penyerahan Mei yang berakhir Jumat (29/3), naik 57 sen atau 0,8 persen, menjadi 68,39 dolar AS per barel, menandai kenaikan kuartal pertama sebesar 27 persen. Sementara kontrak Juni yang lebih aktif ditutup naik 48 sen menjadi 67,58 dolar AS per barel.

Baca Juga

Minyak berjangka AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk penyerahan Mei naik 84 sen AS atau 1,42 persen, menjadi berakhir pada 60,14 dolar AS per barel. Harga WTI membukukan kenaikan 32 persen pada periode Januari-Maret.

Untuk kedua acuan minyak mentah Brent dan WTI, kenaikan kuartalan adalah yang terbesar sejak kuartal kedua 2009, ketika keduanya naik sekitar 40 persen.

Sanksi-sanksi AS terhadap Iran dan Venezuela telah mengangkat harga-harga minyak tahun ini. Washington berkeinginan untuk melihat bahwa Malaysia, Singapura, dan lainnya sepenuhnya menyadari pengiriman minyak Iran dan taktik yang digunakan Iran untuk menghindari sanksi-sanksi adalah ilegal, kata seorang pejabat sanksi AS, Jumat.

Sigal Mandelker, wakil Menteri Keuangan AS untuk urusan Terorisme dan Intelijen Keuangan, mengatakan kepada wartawan di Singapura bahwa Amerika Serikat telah memberikan tekanan kuat tambahan pada Iran minggu ini.

Sementara itu, Amerika Serikat telah menginstruksikan rumah-rumah perdagangan minyak dan penyuling-penyuling untuk lebih lanjut mengurangi transaksi dengan Venezuela atau menghadapi sanksi-sanksi mereka sendiri, sekalipun perdagangan tidak dilarang oleh sanksi-sanksi AS yang diterbitkan.

"Dengan sanksi-sanksi AS mengeluarkan minyak Iran dan Venezuela dari pasar, pada saat yang sama produsen OPEC dan non-OPEC ingin melihat harga yang lebih tinggi dan saat ini enggan untuk menebus volume yang hilang," kata Andrew Lipow, presiden Lipow Oil Associates di Houston.

Hal yang juga mengangkat harga tahun ini adalah kesepakatan antara Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya seperti Rusia, untuk memangkas produksi sekitar 1,2 juta barel per hari, yang secara resmi dimulai pada Januari.

Negara-negara produsen akan bertemu pada Juni, tetapi beberapa keretakan muncul. Pemimpin OPEC Arab Saudi sedang berjuang untuk meyakinkan Rusia untuk tinggal lebih lama dalam pakta itu, dan Moskow mungkin hanya menyetujui perpanjangan tiga bulan, tiga sumber yang mengetahui masalah itu mengatakan.

Pasar juga telah didukung oleh pertumbuhan produksi yang lebih lambat di Amerika Serikat, di mana produksi telah stabil sejak pertengahan Februari. Pemerintah AS melaporkan pada Jumat (29/3) bahwa produksi domestik di produsen minyak mentah utama dunia itu sedikit menurun pada Januari menjadi 11,9 juta barel per hari.

Perusahaan-perusahaan energi AS minggu ini mengurangi jumlah rig minyak yang beroperasi ke level terendah dalam hampir setahun. Perusahaan jasa energi General Electric Co Baker Hughes mengatakan, ini pengurangan rig paling banyak dalam satu kuartal dalam tiga tahun.

Pasar berjangka telah tertekan oleh kekhawatiran bahwa perlambatan ekonomi global dapat menekan permintaan energi. Pengeluaran konsumen AS rebound lebih rendah dari yang diperkirakan pada Januari dan pendapatan naik sedikit pada Februari.

Di tempat lain, tiga bank milik pemerintah Cina mencatat pertumbuhan laba kuartalan terlemah dalam lebih dari dua tahun. Namun, bank Barclays memperkirakan harga minyak kemungkinan akan bergerak masih lebih tinggi di kuartal kedua dan rata-rata 73 dolar AS per barel (65 dolar AS untuk WTI), dan 70 dolar AS untuk tahun ini.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement