REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menilai perlambatan ekonomi AS yang berpotensi resesi akan memberikan dampak positif bagi ekonomi Indonesia. Potensi resesi di AS ini justeru mendorong aliran modal asing masuk ke Indonesia karena kebijakan suku bunga Bank Sentral AS yang melunak.
"Perlambatan ekonomi AS itu membuat suku bunga AS tidak naik lagi. Itu justeru membantu Indonesia untuk membiayai defisit (defisit transaksi berjalan)," kata Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara usai peluncuran Laporan Perekonomian Indonesia di Jakarta, Rabu (27/3).
Dengan melunaknya kebijakan suku bunga The Fed yang memicu penyempitan selisih imbal hasil obligasi pemerintah AS dan imbal hasil instrumen keuangan di negara berkembang, kata Mirza, akan mendorong masuknya modal asing ke negara berkembang termasuk Indonesia.
Bank Sentral lebih melihat ancaman efek rambatan negatif ekonomi global justeru datang dari moderasi ekonomi China. Pasalnya, ekspor Indonesia banyak berorientasi ke pasar China.
Jika permintaan dari China melambat, maka akan berdampak pada kinerja ekspor dan konsumsi swasta Indonesia yang akhirnya akan menekan pertumbuhan ekonomi. "Ekspor Indonesia lebih dari 25 persen komoditas pertambangan dan perkebunan ke China, harganya bisa menurun," ujarnya.
Sejauh ini perlambatan pertumbuhan ekonomi China, kata Mirza, belum berdampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia. BI memproyeksikan ekonomi China tahun ini akan tumbuh 6,3 persen dibanding 6,4 persen pada 2018. Dampak dari perlambatan itu, ujar Mirza, dapat diantisipasi oleh Indonesia.
"Kalau ekonomi China tumbuh di bawah enam persen, akan ada skenario yang baru," ujar dia.
Adapun kekhawatiran resesi ekonomi negeri Paman Sam terjadi setelah munculnya fenomena kurva yield obligasi AS yang terbalik (inversion curve). Kurva imbal hasil obligasi pemerintah AS yang terbalik terbukti akurat menjadi indikator penanda akan munculnya krisis.
Pekan lalu, yang baru mengalami kondisi terbalik adalah imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 dan tiga tahun. Imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun berada pada 2,44 persen atau menurun 0,26 persen dalam sebulan. Imbal hasil tersebut juga sedikit lebih rendah dibandingkan obligasi tenor tiga bulan sebesar 2,46 persen.