REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah saat ini sudah menerbitkan Surat Keputusan (SK) Menteri Perhubungan Nomor 348 Tahun 2019 mengenai biaya jasa ojek daring atau online. Pengguna ojek daring meminta aplikator tetap memberikan diskon karena SK tersebut membuat biaya jasa naik.
“Ya semoga saya justru karena ada kebijakan baru ini aplikator jadi kasih diskon lebih untuk konsumen,” kata salahs seorang pengguna ojek daring Ratih Prastika kepada Republika, Selasa (26/3).
Sebab, Ratih merasa sebagai konsumen ketetapan harga baru tersebut menjadi lebih mahal, terutama untuk penggunaan jarak pendek. Dia mengakui hal tersebut cukup memberatkan, terutama yang menggunakan ojek daring setiap harinya.
Hanya saja, Ratih menilai selama aplikator masih memberikan subsidi jadi tidak masalah. “Karena kan subsidi dari aplikator juga lumayan banyak dan hampir setiap pekan ada,” jelas Ratih.
Meskipun bagitu, Ratih tetap mengapresiasi pemerintah yang akhirnya mengatur biaya jasa ojek daring. Dia menegaskan, pengemudi ojek adring berhak mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi dari sebelumnya, meskipun konsumen tetap berat.
Ratih berencana karena jarak dekat menggunakan ojek daring dikenakan biaya jasa flat, ada kemungkinan akan memilih ojek pangkalan. “Apalagi saya memang lebih sering yang jarak dekat, jarang yang jauh. Apalagi kalau harganya bersaing, di tempat-tempat tertentu kan biasanya lebih cepet manggil ojek pangkalan,” ungkap Ratih.
Sementara itu, pengamat transportasi yang juga Ketua Umum Institut Transportasi (Intrans) Darmaningtyas mengungkapkan tarif ojek daring yang baru memang lebih tinggi 80 persen dari tarif sebelumnya. Hanya saja, Darmaningtyan mengatakan angka tersebut masih jauh dari permintaan para pengemudi ojek daring.
Darmaningtyas menjelaskan, perhitungan awal yang diajukan oleh para pengemudi ojek daring yang diwakili Tim 10 yaitu Rp 3.100 yang masih kotor sebelum terkena potongan 20 persen untuk aplikator. Namun, kata Darmaningtyas, setelah mendapat masukan dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) semestinya yang diatur hanya biaya langsung yang dikeluarkan oleh pengemudi.
“Maka usulan yang masuk adalah Rp 2.450 tanpa potongan aplikator. Masing-masing aplikator dapat menentukan besaran potongannya,” jelas Darmaningtyas.
Darmaningtyas menilai, justru setelah penetapan SK tersebut maka akan muncul persaingan yang sehat antaraplikator. Darmaningtyas memprediksi bisa saja aplikator yang satu menetapkan potongan 20 persen namun yang satu lagi kurang dari 20 persen.
Biaya jasa ojek daring dibagi untuk tiga zona dan akan berlaku pada Mei 2019. Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi mengatakan zona pertama untuk Sumatra, Jawa selain Jabodetabek, dan Bali. Zona kedua yaitu khusus Jabodetabek dan zona ketiga untuk Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku, dan Papua.
Untuk zona satu yaitu biaya jasa batas bawahnya yaitu Rp 1.850 perkilometer dan batas atasnya Rp 2.300 perkilometer. Sementara untuk biaya jasa minimal zona satu yakni Rp 7.000 sampai Rp 10 ribu.
Sementara itu, zona dua biaya jasa batas bawahnya yakni Rp 2.000 perkilometer dan batas atasnya Rp 2.500 perkilometer. Lalu biaya jasa minimalnya dari Rp 8.000 sampai Rp 10 ribu.
Untuk zona tiga, biaya jasa batas bawahnya yaitu Rp 2.100 perkilometer dan batas atasnya Rp 2.600 perkilometer. Sementara untuk biaya jasa minimal zona tiga yakni Rp 7.000 sampai Rp 10 ribu.
Semua pengaturan biaya jasa tersebut merupakan jumlah bersih atau //nett// yang diterima pengemudi ojek daring. Sehingga penumpang masih dikenakan 20 persen untuk potongan yang diberikan kepada aplikator.