REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pertumbuhan ekonomi nasional sepanjang 2018 tercatat mencapai 5,17 persen. Capaian tersebut naik dibanding realisasi pertumbuhan pada 2017 yang hanya 5,07 persen. Meskipun pertumbuhan tercatat terus mengalami perbaikan sejak 2014 silam, capaian tersebut dinilai masih amat kurang untuk mendorong Indonesia menuju negara maju.
Staf Ahli Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas/PPN), Bidang Sinergi Ekonomi dan Pembiayaan, Amalia Adininggar Widyasanti, menuturkan, kurun empat tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi hanya bertengger di level 5 persen. Padahal, dibutuhkan pertumbuhan yang lebih dari itu.
“Pertumbuhan 5 persen belum cukup bagi Indonesia. Butuh pertumbuhan yang lebih tinggi yang secara berkelanjutan,” kata Amalia dalam Dikusi Ekonomi 100 Perempuan Ekonom Perempuan di Century Park Hotel, Senayan, Selasa (26/3).
Ia menjelaskan, pertumbuhan ekonomi perlu lebih tinggi demi bisa menciptakan penambahan lapangan pekerjaan untuk meningkatkan kesejahteraan. Lebih daripada itu, hal yang diinginkan semua orang adalah meningkatkan tingkat pendaparan per kapita masyarakat.
Kunci meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, yakni hanya bisa dilakukan lewat reformasi besar-besaran secara struktural. Artinya, struktur ekonomi Indonesia diubah untuk bisa naik level dari kondisi saat ini.
Perubahan struktural itu utamanya dimulai dari transformasi kualitas sumber daya manusia saat ini. Tanpa adanya peningkatan kualitas manusia Indonesia, sulit bagi Indonesia untuk meningkatkan laju perekonomian.
Selanjutnya, lewat diversifikasi komoditas ekspor menjadi barang olahan yang hingga kini masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah. Amalia menilai, berharap pada komoditas mentah tidak bisa terus menerus dipertahankan. Sebab, dibutuhkan nilai tambah dari produk-produk domestik yang di ekspor ke sejumlah negara. Karena itu, ekspor perlu ditranformasikan dari berbasis komoditas menjadi manufaktur.
Terakhir, yakni transformasi dari segi teknologi. “Korea Selatan kurang dari 20 tahun bisa berubah dari low income menjadi high income. Sedangkan Chili, butuh waktu 50 tahun. Itu artinya reformasi struktural itu penting,” ujarnya.
Seperti diketahui, target pertumbuhan ekonomi di era pemerintahan Joko Widodo sebesar 7 persen. Target itu tertulis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Namun, selama empat tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi hanya berada di kisaran 5 persen.