Kamis 21 Mar 2019 10:54 WIB

Sudah Banyak Importir Laksanakan Wajib Tanam

Pengusaha terpukul dan kecewa dengan tudingan yang memojokkan importir bawang putih.

Rep: Imas Damayanti/ Red: EH Ismail
Bawang putih
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Bawang putih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) membantah tudingan Ketua Asosiasi Hortikultura Nasional (AHN) Anton Muslim Arbi yang menuding hingga saat ini tidak ada importir yang menjalankan wajib tanam bawang putih. Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan Mohammad Ismail Wahab di sela kunjungan kerjanya di Jawa Barat mengatakan, tudingan tersebut benar-benar ngawur dan tidak berdasarkan fakta.

“Kebijakan wajib tanam bawang putih sudah ada sejak tahun 2017 dan tetap berjalan sampai sekarang,” kata Ismail, Kamis (21/3).

Sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor 38 Tahun 2017 juncto 24 Tahun 2018, importir bawang putih wajib menanam 5 persen dari volume yang didapat dari rekomendasi impor (RIPH). Menurut Ismail, fakta sebenarnya, sudah banyak importir yang melaksanakan kewajiban tanam bahkan sudah lunas tanam per 31 Desember 2018.

“Yang sedang jalan juga banyak. Itu Pak Anton Muslim sudah lihat langsung lapangan belum ya? Jangan-jangan hanya katanya, katanya. Bisa saja beliau memang belum cukup update informasinya,” ujar Ismail.

Sebelumnya, Ketua AHN Anton Muslim mengatakan, hingga saat ini belum ada importir yang menjalankan kewajiban tanam sebesar lima persen dari kuota impor yang ditetapkan pemerintah melalui Kementan. Dia juga mengeluhkan minimnya pembinaan oleh pemerintah kepada petani lokal.

“Permasalahannya, meski ada kebijakan wajib tanam, tidak ada importir yang menanam. Silakan dicek, ditelusuri tidak ada itu importir yang menanam,” kata Anton saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (20/3).

Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan mencatat, realisasi tanam importir mencapai 5.934 hektare yang tersebar mulai dari Aceh Tengah, Karo, Solok, Kerinci, Cianjur, Majalengka, Brebes, Banjarnegara, Wonosobo, Temanggung, Magelang, Tegal, Karanganyar, Pasuruan, Malang, Kota Batu, Probolinggo, Banyuwangi, Lombok Timur, NTT, hingga Minahasa Selatan.

“Dari sekian banyak importir, hanya 25 saja yang mangkir dari kewajiban. Itu pun sudah di-blacklist serta tidak akan kami layani pengajuan rekomendasi impornya. Pastinya sudah diaporkan juga ke Satgas Pangan untuk ditindaklanjuti,” kata Ismail.

Ismail melanjutkan, kebijakan wajib tanam bawang putih tidak hanya semata-mata mengejar target swasembada, namun sekaligus menghubungkan importir dengan petani melalui skema kemitraan. “Nah di situ ada unsur kepercayaan dan prinsip saling menguntungkan. Silakan cek langsung lapangan, pelototin kalau perlu.”

Ismail menegaskan, dampak dari kebijakan wajib tanam membuat daerah yang dulu pernah jaya tanam bawang putih di era 90-an dan terpuruk karena gempuran impor, kini satu per satu bangkit kembali. Karena itu, dia meminta para pengamat atau penggiat sosial untuk terlebih dahulu terjun langsung ke lapangan sebelum berkomentar ke publik. Tujuannya tak lain agar lebih paham fakta sesungguhnya.

“Bayangkan, dari yang awalnya sentra bawang putih hanya menyisakan Temanggung, Lombok Timur, Tegal, Magelang, Malang dan Karanganyar, sekarang sudah menyebar ke 110 Kabupaten seluruh Indonesia,” ujar Ismail.

Berdasarkan data statistik sementara, terjadi kenaikan luas tanam, luas panen, serta produksi bawang putih di 2018. Produksi bawang putih naik dari 19.510 ton di 2017 menjadi 39.328 ton pada 2018 atau naik 101,1 persen. Luas panen dari semula tak pernah beranjak dari 2 ribuan hektare, tahum 2018 lalu setidaknya sudah panen 5.000 hektar atau naik 133 persen.

“Tentu saja capaian ini patut diapresiasi. Yang pasti prestasi ini bukan semata karena APBN, namun jelas-jelas ada kontribusi dari para importir yang berkomitmen dan beritikad baik menjalankan wajib tanam. Tak bisa diingkari,” kata Ismail.

Pelaku importir, Sukoco, saat dihubungi mengaku perusahaannya sudah melunasi wajib tanamnya dan saat ini sedang mengajukan RIPH 2019. Dalam melaksanakan wajib tanam, Sukoco mengaku bermitra dengan kelompok tani di Tegal dan Lombok Timur. “Kami bekerja sama dengan ratusan petani. Tahun lalu saja kita mampu lunasi 250 hektare, tahun ini akan selesai 125 hektare lagi,” kata Sukoco.

Pelaku impor lain, Richard, juga merasa terpukul dan kecewa dengan tudingan yang memojokkan importir bawang putih. “Itu sangat jahat. Kami ikut memulai di awal-awal pencanangan wajib tanam ini. Sekarang sudah mulai tampak hasilnya. Kami benar-benar tanam, bisa dibuktikan di lapangan. Silakan cek petani-petani yang bermitra dengan kami di daerah. Tolong jangan asal bunyi kalau tidak tahu lapangan,” kata Richard.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement