Kamis 21 Mar 2019 09:57 WIB

Insentif Industri Gula Harus Diiringi Inovasi Teknologi

Pproduksi gula nasional pada tahun lalu hanya mencapai 2,17 juta ton

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Proses produksi gula dalam pabrik (ilustrasi)
Foto: fxcuisine.com
Proses produksi gula dalam pabrik (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai, lahirnya 12 pabrik baru di industri gula merupakan salah satu bentuk keberhasilan pemerintah dalam memberikan insentif bagi pelaku industri. Baik itu, bagi mereka yang berencana berinvestasi atau bahkan memperluas bisnisnya.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 10 Tahun 2017 tentang Fasilitas Memperoleh Bahan Baku Dalam Rangka Pembangunan Industri Gula, pemerintah memberikan fasilitas dalam bentuk pelonggaran impor gula kristal mentah selama kurun waktu tertentu. Tapi, berbagai bentuk insentif ini juga harus diikuti adanya ekosistem yang mendukung berkembangnya inovasi teknologi.

Baca Juga

Peneliti CIPS Assyifa Szami Ilman mengatakan, selama ini, impor gula secara umum dilakukan dalam rangka merespon jumlah kebutuhan dalam negeri. Data Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa produksi gula nasional hanya mencapai 2,17 juta ton. Di saat bersamaan, impor gula mencapai 4,6 juta ton pada 2018.

Selain itu, impor gula juga dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan kualitas gula. Sebab, kualitas gula di Indonesia saat ini belum dapat memenuhi seluruh kebutuhan industri pengguna gula. "Seperti industri makanan dan minuman tertentu dan industri kesehatan tertentu," kata Ilman dalam rilis yang diterima Republika, Kamis (21/3).

Ilman menambahkan, regulasi Permenperin yang memperbolehkan penggunaan gula mentah impor untuk diolah dan secara bertahap digantikan dengan gula lokal ini diharapkan mendorong pertumbuhan produsen gula dengan kualitas yang dapat memenuhi kebutuhan industri di dalam negeri.

Di sisi lain, peraturan ini juga diharapkan bisa menjadi awal kebangkitan kondisi industri keseluruhan yang selama ini terperangkap dalam produktivitas rendah karena sebagian besar pabrik sudah berusia tua. "Hal ini dapat dilihat dari 63 pabrik gula yang di negara ini, sekitar 40 di antaranya berusia lebih dari 100 tahun, dan yang tertua mencapai 184 tahun," tutur Ilman.

Tapi, secara bersamaan, kualitas gula lokal harus diperbaiki. Sebab, insentif ini sifatnya terbatas dari segi waktu dan ada kewajiban untuk mengganti dengan penggunaan gula lokal secara bertahap. Dalam hal ini, pemerintah perlu lebih lanjut membangun ekosistem riset yang baik, sehingga inovasi teknologi dapat memenuhi kebutuhan pabrik gula dalam menghasilkan gula yang berkualitas.

Ilman menilai, kerjasama riset antara universitas dan perkebunan tebu, dan juga kerjasama antara universitas dan produsen gula rafinasi perlu dilakukan. Upaya ini dapat membantu memperbaiki kualitas sehingga nantinya gula lokal dapat bersaing secara harga dan kualitas dengan gula impor. "Selanjutnya, aturan kuota impor gula dapat dihapuskan," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga menjelaskan, ada 12 pabrik baru gula yang akan didirikan di Jawa dan luar Jawa. Semuanya akan diberikan insentif oleh pemerintah. Pabrik baru ini akan menambah produksi gula nasional yang pada tahun lalu mencapai 2,17 juta ton dan dipasok oleh 48 pabrik gula milik BUMN serta 17 pabrik swasta.

Airlangga memastikan, pemerintah telah berupaya menekan volume impor dengan mendorong investasi gula terintegrasi dengan kebun. Di antaranya dengan menerbitkan Permenperin Nomor 10 Tahun 2017. "Fasilitas ini disambut baik oleh investor," tuturnya.

Menurut catatan Kemenperin, sejak 2010 sampai saat ini, investasi pembangunan pabrik gula di Indonesia sudah mencapai Rp 30 triliun. Itu termasuk 12 pabrik gula baru akan melakukan comissioning tahun 2019-2020 dan satu pabrik gula eksisting yang sudah melakukan perluasan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement