Rabu 20 Mar 2019 16:55 WIB

Pemerintah akan Bawa Persoalan Kelapa Sawit ke WTO

Pemerintah menegaskan tetap menjaga hutan meski memproduksi kelapa sawit.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Friska Yolanda
Foto udara kawasan perkebunan kelapa sawit di Batanghari, Jambi, Rabu (28/11).
Foto: Antara/Wahdi Septiawan
Foto udara kawasan perkebunan kelapa sawit di Batanghari, Jambi, Rabu (28/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah tak akan segan memperpanjang persoalan diskriminasi yang dilakukan Parlemen Eropa atas anggapan buruk terkait produksi kelapa sawit Indonesia. Bahkan, pemerintah berencana mengadukan persoalan ini ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). 

Luhut menjelaskan, pemerintah akan bersikukuh memperjuangkan ketahanan dan keberlangsungan industri kelapa sawit di Indonesia. Langkah ini diambil oleh pemerintah sebab tak habis pikir dengan langkah Eropa yang mengeluarkan penyataan tentang buruknya kelapa sawit bagi penggunaan global.

Baca Juga

"Saya ulangi, kita tidak mau didikte oleh siapa pun. Kita nanti akan bawa ke WTO. Tapi, perlu diketahui, kita enggak akan pernah goyang mengenai itu," ujar Luhut di kantor Kementerian Luar Negeri, Rabu (20/3).

Ia menilai alasan yang dibawa oleh Parlemen Uni Eropa atas boikot kelapa sawit produksi Indonesia salah kaprah, terutama persoalan menjaga lingkungan. Luhut mengatakan, langkah Pemerintah Indonesia untuk tetap menjaga hutan dan ekosistem di dalamnya tetap dilakukan pemerintah meski pada saat yang sama masih melakukan produksi dari kelapa sawit. Luhut mengatakan, 40 persen luas wilayah Indonesia masih berupa hutan.

"Kami juga perhatikan orang utan, perhatikan hutan, internasional yang awasi. Kami enggak bodoh soal ini," ujar Luhut.

Dalam membuat aturan, Pemerintah Indonesia tidak asal membuat, apalagi hingga dapat merugikan anak cucu ke depan. Ia mengatakan, langkah morotarium lahan sawit juga sudah dilakukan oleh pemerintah yang menandakan bahwa pemerintah tetap menjaga lingkungan.

Pemerintah menyatakan akan melawan tindakan diskriminasi yang dilakukan oleh Uni Eropa terhadap sektor industri perkebunan kelapa sawit. Perlawanan akan mereka lakukan dengan mengadukan diskriminasi tersebut kepada WTO. 

Aduan akan dilayangkan bila Parlemen Eropa menyetujui rancangan kebijakan bertajuk Delegated Regulation Supplementing Directive of The EU Renewable Energy Directive II yang diajukan oleh Komisi Eropa pada 13 Maret 2019. Parlemen Eropa masih memiliki waktu untuk meninjau rancangan tersebut dalam waktu sekitar dua bulan sejak diterbitkan.

Dalam rancangan Delegated Regulation, Komisi Eropa memutuskan untuk mengklasifikasikan minyak kelapa sawit (//crude palm oil/CPO) sebagai komoditas yang tidak berkelanjutan dan berisiko tinggi. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian mengatakan, bila Parlemen Uni Eropa menyetujui rancangan tersebut, Komisi Eropa akan memiliki dasar hukum untuk menjegal masuknya CPO ke Benua Biru tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement