Selasa 19 Mar 2019 12:50 WIB

Proyek 35 GW PLN Selesai 2024 Mendatang

Molornya penyelesaian proyek ini karena adanya penyesuaian permintaan kelistrikan PLN

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Gita Amanda
Petugas PLN. Ilustrasi.
Foto: Antara
Petugas PLN. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) memperkirakan proyek 35 Gigawatt (GW) baru akan selesai pada 2024 mendatang. Direktur Perencanaan Korporat PLN Syofvi Felienty Roekman menjelaskan pengunduran waktu selesai proyek ini dikarenakan adanya penyesuaian permintaan dan ketersediaan kelistrikan.

Syofvi merinci saat ini realisasi proyek 35 GW baru memasuki angka 20 persen. Pasokan kapasitas, kata Syofvie, akan mulai meningkat pada 2020 mendatang. Ia mengatakan setidaknya ada 10 ribu MW jumlah proyek yang akan beroperasi pada 2020 mendatang.

Baca Juga

"Signifikan paling banyak masuk pada tahun 2020, diperkirakan 10 ribu MW lebih. Jadi selesai antara 2023-2024," ungkap Syofvi, Selasa (19/3).

Ia menjelaskan untuk tahun ini sendiri, PLN menargetkan ada sekitar tambahan kapasitas sebesar 3.800 MW yang akan masuk. Ia menjelaskan beberapa proyek dari 3.800 MW tersebut akan selesai pada triwulan III tahun ini.

"Nanti yang paling besar di 2019 ini adalah mulai masuknya PLTU sizing 1.000 MW. Kami perkirakan di tahun ini ada tambahan sekitar 3.800 MW lagi," ujar Syofvie.

Ia merinci beberapa proyek yang akan selesai pada triwulan III tahun ini antara lain adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jawa 7 dengan kapasitas 1.000 MW, PLTU Cilacap Ekspansi 2 berkapasitas listrik 1.000 MW, dan PLTU Lontar yang berkapasitas 350 MW.

Tambahan lainnya, lanjut Syofvi, berasal dari pembangkit energi baru terbarukan yang rencananya akan beroperasi sebesar 560 MW di sepanjang tahun ini. "Kami harapkan dari PLTU sizing besar, seperti Jawa 7, Ekspansi Cilacap 1, Lontar, dan juga dari EBT," ujarnya.

Lebih lanjut, Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jisman Hutajulu menjelaskan, sampai dengan 15 Januari 2019, proyek pembangkit yang sudah beroperasi komersial atau Commercial Operation Date (COD) sebesar 3.009 MW atau sekitar delapan persen dari total kapasitas proyek. Selebihnya, sebanyak 58 persen atau sekitar 20.416 MW masih dalam tahap konstruksi.

Sedangkan yang telah berkontrak belum konstruksi atau menjalankan Power Purchase Agreement (PPA) sebesar 9.507 MW atau 27 persen. Sementara yang masih dalam proses pengadaan sekitar empat persen atau 1.383 MW. Adapun, yang masih tahap perencanaan sebesar 954 MW atau tiga persen.

"Penyelesaian (proyek pembangkit 35 ribu MW terkesan baru sedikit (8 persen). Namun apabila dilihat secara total, proyek yang telah PPA mencapai sekitar 93,37 persen. Artinya, hanya tersisa 6,63 persen yang belum menjalankan PPA," ujar Jisman.

Jisman menerangkan, dari 8 persen pembangkit yang telah beroperasi, sebagian besar terdiri dari Pembangkit Listrik Tenaga Gas/Mesin Gas (PLTG/MG), Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTMH), dan pembangkit EBT skala kecil (PLTS, PLTBn, PLTBm, PLTBg).

"Itu karena memang masa konstruksi pembangkit jenis tersebut realtif singkat, sekitar 12-24 bulan" ungkapnya.

Sementara, 58 persen proyek yang masih tahap konstruksi antara lain terdiri dari PLTU, Pembangkit Listrik Gas Uap (PLTGU), Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Persiapan proyek dan proses konstruksi pembangkit jenis ini membutuhkan waktu yang relatif lebih lama.

Sementara itu, 27 persen proyek pembangkit yang telah PPA saat ini dalam proses pemenuhan persyaratan pendanaan agar tercapai financial close atau effective date. Asal tahu saja, untuk mencapai target tersebut, proyek-proyek tersebut harus menyelesaikan antara lain, pembebasan lahan dan izin lingkungan.

Adapun, sisa 7 persen ditargetkan bisa tuntas proses pengadaan paling lambat pada tahun depan. "Selesailah, kan (mayoritas) tinggal konstruksi, PPA sudah, masa nggak selesai, masuk semuanya itu," kata Jisman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement