Kamis 14 Mar 2019 21:47 WIB

Lapangan Kerja Industri Pertambangan Tetap Dibutuhkan

Industri ekstraktif masih akan dibutuhkan beberapa waktu ke depan.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Dwi Murdaningsih
Tambang (ilustrasi)
Tambang (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Harian Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Joko Pramubinawan optimistis, industri ekstraktif masih mampu menciptakan lapangan kerja di tengah disrupsi ekonomi revolusi industri 4.0. Sebab, energi fosil sebagai bagian dalam industri ini masih tetap dibutuhkan dan akan berlangsung hingga dua sampai tiga dekade ke depan.

Joko menjelaskan, kondisi tersebut berbeda dengan negara maju yang sudah tidak lagi bersandar pada industri ekstraktif. Negara maju dengan sumber daya alam (SDA) melimpah seperti Amerika Serikat cenderung masuk ke industri disruptif. "Lihat saja di sana ada Google dan Facebook yang sekarang merupakan big bone dalam pertumbuhan ekonomi mereka," katanya saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis (14/3).

Baca Juga

Joko menilai, Indonesia mungkin saja akan mengalaminya seiring dengan penggunaan energi terbarukan yang semakin masif, termasuk melalui mobil listrik. Tapi, kontribusi energi fosil tetap terbilang dominan, sehingga industri ekstraktif masih akan dibutuhkan beberapa waktu ke depan.

Berbicara ekonomi disruptif, Joko menjelaskan, sekarang sudah sangat ‘menghancurkan’ pasar dan mengganggu dalam arti positif.  Dua sektor yang paling terkena dampak adalah di sektor finansial dan manufaktur karena semua sudah diubah dengan robotik dan otomatisasi, sehingga dampaknya kepada tenaga kerja.

Joko menuturkan, tenaga kerja sudah banyak hilang di industri secara keseluruhan. “Ini menjadi sesuatu peringatan kepada masa depan industri ekstraktif,” tuturnya.

Setidaknya ada tiga hal yang dapat dilakukan industri ekstraktif untuk tetap eksis dan mengikuti perkembangan teknologi pesat. Pertama, memiliki literasi yang tinggi dan mengutamakan transparansi. Di era industri 4.0, keterbukaan informasi menjadi aspek penting untuk dipercayai masyarakat.

Kedua, industri ekstraktif juga harus berinovasi dengan melakukan perubahan dan menemukan hal baru. Menurut Joko, Perhapi terus mencari teknologi yang dapat mempermudah untuk implementasikan suatu pekerjaan di tambang, khususnya batu bara. "Sebab, potensi SDM Indonesia dan litbangnya mumpuni untuk mengembangkan pengelolaan yang efisien," katanya.

Poin ketiga, harus mampu disruptif diri di era perkembangan saat ini. Apabila tidak, Joko cemas, industri ini dapat hilang dan tenggelam dalam perubahan zaman.

Sementara itu, pemerintah terus mendorong standar Extractive Industries Transparency (EITI) sebagai upaya meningkatkan transparansi dan akuntabilitas industri ekstraktif. Transparansi ini diharapkan mampu menunjang kepercayaan semua pemangku kepentingan, termasuk calon investor global.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement