REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Aneka Tambang Tbk (Persero) atau Antam membukukan laba bersih tahun berjalan 2018 sebesar Rp 874,42 miliar atau tumbuh 541 persen dibandingkan tahun sebelumnya Rp 136,50 miliar. Pertumbuhan laba ini didorong kinerja produksi dan penjualan komoditas utama Antam yakni nikel, emas dan bauksit.
Seperti dikutip laporan perseroan, pertumbuhan laba bersih lima kali lipat ini didorong peningkatan efisiensi yang berdampak pada stabilnya level biaya tunai operasi Antam. Nilai laba per saham juga ikut naik tujuh kali lipat menjadi Rp 36,39 per saham dari tahun sebelumnya yang senilai Rp 5,68 per saham. Pertumbuhan ini mampu mendongkrak pendapatan perseroan 99,47 persen menjadi menjadi Rp 25,24 triliun dibandingkan tahun sebelumnya Rp 12,65 triliun.
Sepanjang 2018, Antam mencatatkan penjualan emas tertinggi dalam sejarah perseroan. Tercatat, nilai penjualan bersih naik 99 persen menjadi Rp 25,24 triliun dibandingkan tahun sebelumnya Rp 12,65 triliun. “Komoditas emas merupakan komponen terbesar pendapatan perusahaan atau 66 persen menjadi Rp 16,69 triliun dari total penjualan bersih,” tulis laporan keuangan perseroan.
Seiring dengan membesarnya pendapatan, beban pokok penjualan pun membengkak sekitar 97,69 persen dari Rp 11 triliun menjadi Rp 21,76 triliun pada tahun lalu. Kendati demikian, Antam berhasil memperbesar pertumbuhan Earning Before Interest, Taxes, Depreciation and Amortization (EBITDA) sebesar Rp 3,33 triliun atau tumbuh 51 persen dibandingkan tahun sebelumnya Rp 2,21 triliun.
Antam menargetkan produksi emas sebesar 2.036 kg dari tambang emas Pongkor dan Cibaliung. Penjualannya ditaksir mencapai 32.036 kg atau tumbuh 14 persen dari 27.894 kg dari realisasi 2018.
“Pencapaian ini seiring dengan strategi pengembangan pasar emas baik domestik atau ekspor serta inovasi produk Logam Mulia, sehingga pendapatan perseroan dari penjualan emas Rp 16,69 triliun dan penjualan bersih naik 126 persen dibandingkan tahun sebelumnya Rp 7,37 persen,” tulis perseroan.
Untuk komoditas feronikel, volume produksi selama 2018 mencapai 24.688 ton nikel dalam feronikel (TNi) naik 14 persen dari 21.762 TNi. Sementara, penjualannya tercatat sebanyak 24.135 TNi atau tumbuh 10 persen dari 21.878 TNi. Pada 2019, volume produksi diproyeksikan sebanyak 30.280 TNi atau meningkat 21 persen dibandingkan dengan realisasi produksi unaudited tahun tahun sebelumnya sebesar 24.868 TNi.
Adapun, volume produksi bijih nikel selama 2018 dibukukan sekitar 9,31 juta wet metric ton (wmt) atau tumbuh 67 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat 5,57 juta wmt. Penjualannya sebanyak 6,29 juta wmt atau lebih tinggi 114 persen dari tahun sebelumnya yang hanya tercatat 2,93 juta wmt.
Pada 2018, capaian produksi bijih baukit tercatat 1,10 juta wmt atau naik 70 persen dari capaian tahun sebelumnya hanya 648 ribu wmt. Volume penjualannya sekitar 965 ribu wmt atau naik 15 persen dari 838 ribu wmt.
Sementara nilai total aset perusahaan naik menjadi Rp 33,30 triliun dibandingkan tahun sebelumnya Rp 30,01 triliiun. Total liabilitas naik tipis menjadi Rp 13,56 triliun dibandingkan tahun sebelumnya Rp 11,52 triliun, terdiri dari liabilitas jangka pendek senilai Rp 5,51 triliun dan liabilitas jangka panjang senilai Rp 8,05 triliun atau naik Rp 5,97 triliun.