Jumat 08 Mar 2019 15:44 WIB

Harga Ayam Anjlok, Ombudsman Duga Ada Malaadministrasi

Pemerintah ingin menjamin harga ayam di tingkat konsumen tanpa mengawasi di hulu.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Friska Yolanda
Penjual daging ayam di pasar tradisional.
Foto: Bowo Pribadi.
Penjual daging ayam di pasar tradisional.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ombudsman menanggapi pernyataan Kementerian Pertanian (Kementan) tentang harga ayam yang anjlok akibat pasokan yang berlebih. Pernyataan Kementan dinilai tidak tepat sebab merosotnya harga ayam akibat kelebihan pasokan hanya berimbas pada pelaku ternak mandiri (kecil). Ombudsman menduga terdapat praktek malaadministrasi dalam sektor pasar dan peternakan ayam.

“Di mana-mana yang namanya harga anjlok itu memang karena ada banyaknya pasokan, logikanya harusnya semua merugi dong. Tapi yang terjadi, hanya pelaku ternak kecil saja yang terkena imbas,” kata Anggota Ombudsman Alamsyah Saragih usai menerima aduan dari Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar), di Jakarta, Jumat (8/3).

Baca Juga

Dia menjelaskan, dalam kondisi harga yang kerap fluktuatif, pemerintah harus menjamin peternak-peternak mandiri untuk tidak mengalami kerugian yang drastis akibat pasokan yang berlebih. Dalam kondisi tersebut, dia menilai, pemerintah harusnya  menelusuri apakah ada unsur-unsur penentuan harga dalam sektor tersebut.

Berdasarkan hasil dengar pendapat dan pengaduan yang diterima, kata dia, Ombudsman menduga adanya praktek malaadministrasi di sektor peternakan ayam mulai dari hulu hingga hilir. Indikasi malaadministrasi tersebut yakni adanya kerugian nyata di tingkat peternak mandiri dan adanya pembiaran regulasi terhadap 20 persen peternak mandiri yang ada.

“Kami melihat ada gejala-gejala predatory pricing karena peternak-peternak terintegrasi ini mengatur harga mulai dari bibit ayam, penggemukan, hingga menjamah market yang sama yang dimiliki peternak mandiri,” katanya.

Dia menduga, absennya regulasi dan pengawalan terhadap sektor hulu dan hilir peternakan ayam disebabkan keinginan pemerintah untuk menjamin harga murah di tingkat konsumen. Sementara di sisi lain, keinginan tersebut secara tidak langsung justru mengorbankan peternak-peternak mandiri sebab sektor tersebut harus membeli seluruh bahan baku ternak dari peternak besar.

Untuk mengetahui apa yang sedang terjadi, kata dia, pemerintah harus dapat mendalami secara komprehensif permasalahan yang ada di sektor peternakan ayam mulai dari hulu ke hilir. Sebab, Pinsar menyebutkan kondisi pasar dan budidaya ayam telah dikuasai oleh seluruh perusahaan-perusahaan besar.

“Bayangkan, 80 persen market dikuasi hanya oleh tiga perusahaan atau peternak ayam besar,” katanya.

Berdasarkan hasil dengar pendapat dan aduan yang dilakukan Pinsar, Ombudsman akan menerima laporan yang dilengkapi dengan data untuk dilimpahkan ke tim khusus yang akan menindaklanjuti perkara dugaan monopoli sektor peternakan ayam oleh segelintir kalangan. Pemanggilan akan dilakukan setelah 14 hari usai data-data yang dipinta telah dilengkapi.

Dia menjelaskan, data tersebut akan diputuskan dalam rapat pleno dan kemudian dikirim ke tim yang akan menangani berkasnya. Dia menegaskan, dalam tiga sampai empat minggu ke depan Ombudsman sudah dapat memastikan melakukan pemanggilan penindaklanjutan.

“Bahkan ada kemungkinan kami juga akan segera berkoordinasi dengan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) agar aspek persaingan usaha yang tidak sehat tersebut diurus oleh KPPU. Adapun aspek pembiaran, kelemahan regulasi, itu akan kami yang tangani,” katanya.

Sementara itu Pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menilai, harga ayam yang anjlok terjadi di tingkat peternak ayam pedagingnya. Sementara di tingkat konsumen penurunan harga hanya turun sebesar empat persen sejak (8/2) lalu.

Kendati demikian, kata dia, penurunan harga di tingkat peternak mencapai 25 persen dari harga pokok produksi yang mana hal itu menimbulkan adanya kecurigaan adanya pihak yang sedang bermain di dalam harga daging ayam tersebut.

“Jika kita lihat, kasus ini hampir sama persis dengan apa yang terjadi pada 2016 lalu sehingga Kementan waktu itu berpikir untuk apkir dini indukan DOC (day old chicken). Yang terjadi justru harga ayam melonjak tinggi di kisaran Rp 40 ribu per kilogram,” katanya.

Pihaknya mengimbau pemerintah untuk berhati-hati dalam mengambil kebijakan agar tidak memberatkan pihak manapun, terlebih ke pihak peternak mandiri. Ihwal harga di peternak saat ini yang dinilai terlalu rendah, dia melanjutkan, terdapat penguasaan pasar produk input bagi industri daging ayam oleh segelintir perusahaan.

Menurutnya, segelintir perusahaan itu berpotensi membuat keadaan menjadi sedemikian rupa guna mendesak pemerintah mengeluarkan peraturan yang bisa menaikkan harga. Hal itu dinilai sebagai upaya perusahaan-perusahaan untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya.

Untuk itu dia mengimbau kepada pemerintah untuk mengubah persyaratan untuk pengimpor produk induk ayam yang mana berasal dari Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU). Adapun syarat tersebut dapat berpotensi memberikan hambatan masuk untuk memasuki industri daging ayam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement