Jumat 08 Mar 2019 15:31 WIB

BI: Rupiah Melemah karena Pengaruh Global

Sejumlah perkembangan global menjadi sentimen positif bagi dolar AS.

Rep: Lida puspaningtyas/ Red: Friska Yolanda
Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar. Petugas melayani penukaran uang dolar Amerika di salah satu gerai penukaran valuta asing, Jakarta, Jumat (1/3/2019).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar. Petugas melayani penukaran uang dolar Amerika di salah satu gerai penukaran valuta asing, Jakarta, Jumat (1/3/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menilai pelemahan rupiah dalam satu pekan terakhir terjadi karena pengaruh global. Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo mengatakan kondisi domestik cukup baik sehingga pelemahan terjadi karena perkembangan di ranah ekonomi global.

"Ini membawa risiko terhadap sentimen pasar keuangan global yang akhirnya mendorong menguatnya dolar Amerika Serikat," kata Perry di Kompleks BI, Jumat (8/3). 

Baca Juga

Sejumlah perkembangan global itu di antaranya kondisi manufaktur AS yang membaik sehingga membawa sentimen positif untuk dolar AS. Kemudian, kondisi pertumbuhan ekonomi Eropa yang lebih rendah membuat mata uang euro melemah. 

Perry mengatakan Direktur Europe Central Bank sudah memberikan rilis terkait kondisi ekonomi Eropa yang memang masih lemah. Inflasi rendah sehingga ECB akan memperpanjang stimulus moneter. 

"Jadi dovish statement dan stimulus moneter membuat mata uang euro melemah," kata Perry.

Kondisi di dua motor terbesar perekonomian global ini pada akhirnya membawa pengaruh signifikan semakin kuatnya mata uang dolar terhadap berbagai mata uang dunia. Selain itu, BI mencatat kontribusi kenaikan harga minyak dunia pada pelemahan rupiah.

Harga minyak naik karena berbagai faktor salah satunya sanksi terhadap Venezuela. Perry mengatakan faktor risiko geopolitik dalam seminggu terakhir juga lebih negatif, seperti tidak tercapainya kesepakatan politik antara AS dan Korea Utara.

Selain itu ada ketidakjelasan Brexit dan kehausan politik lainnya. Faktor-faktor ini akhirnya membawa tekanan mata uang di berbagai belahan dunia. 

"Jadi saya tegaskan tekanan rupiah lebih banyak karena faktor eksternal karena faktor domestik semuanya bagus," kata dia. 

Inflasi di Indonesia terpantau rendah, survei ekspektasi konsumen membaik, aliran modal asing baik, cadangan devisa meningkat. Selain itu beberapa indikator awal menunjukkan neraca dagang akan suprlus di Februari.

Perry mengatakan dalam menyikapi kondisi ini, BI akan terus berada di pasar. Bi akan melihat mekanisme pasar agar pasokan maupun permintaan terus berjalan dengan baik sehingga membawa kestabilan nilai tukar mata uang.

Menurut data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah melemah sejak 27 Februari 2019. Dari Rp 13.990 per dolar AS pada 26 Februari naik 14 basis pada sehari setelahnya. Pada hari ini 8 Maret, rupiah berada di level 14.223 per dolar AS. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement