REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Hutama Karya mencatatkan kenaikan pendapatan sebanyak dua kali lipat. Kenaikan itu didorong dari adanya transformasi bisnis dari perusahaan konstruksi menjadi pengembangan infrastruktur dan operator jalan tol.
Direktur Keuangan Hutama Karya, Anis Anjayani, dalam keterangan resminya, Jumat (8/3) menyatakan, pada tahun 2016, total pendapatan Hutama Karya sebesar Rp 8,82 triliun. Sedangkan pada tahun 2018 meningkat 200 persen menjadi Rp 26,54 triliun.
“Tahun ini, pendapatan perseroan diproyeksi mencapai Rp 34,32 triliun atau naik 29,3 persen dibanding 2018,” kata Anis.
Sementara itu, laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (earnings before interest, taxes, depreciation, and amortization/EBITDA) pada 2016 sebesar Rp 730 miliar, sedangkan 2018 mencapai Rp 3,26 triliun atau meningkat 346,5 persen. Tahun ini, EBITDA diproyeksi mencapai Rp 5,27 triliun atau naik 61,6 persen dibandingkan 2018.
Lebih lanjut, Anis memaparkan, perseroan berhasil mencetak peningkatan laba bersih secara signifikan. Pada 2016, laba bersih perseroan sebesar Rp 300 miliar, sedangkan 2018 telah mencapai Rp 2,2 triliun atau melonjak 633 persen. Tahun ini, laba bersih diproyeksi sebesar Rp 2,2 triliun atau sama dengan 2018.
Adapun total nilai aset Hutama Karya per akhir 2018 mencapai Rp 68,95 triliun atau meningkat 190,5 persen dibandingkan 2016 yang senilai Rp 23,73 triliun. Tahun ini, nilai aset diproyeksi tembus Rp 101,1 triliun atau meningkat 46,6 persen dibandingkan 2018.
Anis menjelaskan, transformasi bisnis yang mendongkrak pendapatan perseroan bermula pada tahun 2014-2015. Saat itu, Hutama Karya mendapat penugasan pemerintah untuk membangun Jalan Tol Trans-Sumatera (JTTS). Penugasan itu tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 100 Tahun 2014 yang kemudian diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2015.
“Penugasan JTTS berdampak positif pada kinerja Hutama Karya. Selama lima tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan pendapatan Hutama Karya mencapai 43 persen, pertumbuhan laba bersih 73 persen, dan pertumbuhan aset 76 persen,” ujar dia.
Saat ini, perseroan bersama Kementerian Keuangan dan lembaga keuangan juga tengah mengembangkan berbagai skema pembiayaan yang inovatif untuk menyukseskan pembangunan JTTS.
Untuk mendukung pembangunan tersebut, pemerintah telah mengalokasikan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 16,1 triliun hingga tahun 2019. Sementara itu, pemerintah juga sudah memberikan penjaminan atas pinjaman Hutama Karya senilai Rp 54,9 triliun.
“Dengan demikian, perseroan bisa mendapatkan pembiayaan yang kompetitif dengan tenor yang lebih panjang sesuai nature project,” tuturnya.
Seputar JTTS
Proyek JTTS terbentang dari Aceh hingga Lampung sepanjang 2.765 kilometer (km). JTTS dirancang untuk mencapai konektivitas yang lebih baik di Sumatera, serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Konektivitas tersebut merupakan kebutuhan mendasar bagi Indonesia sebagai negara kepulauan. JTTS akan menghubungkan masyarakat dan perniagaan dengan pekerjaan, layanan, dan pasar, serta mengurangi biaya logistik dan merangsang pertumbuhan industri di dalam negeri.
Anie menjelaskan, JTTS akan menghubungkan Lampung dan Aceh melalui 24 ruas jalan berbeda yang panjang keseluruhannya mencapai 2.765 km. Total investasi JTTS diperkirakan sebesar Rp 476 triliun.
Adapun ruas tol yang menjadi prioritas perseroan, antara lain Medan-Binjai (17 km) dengan investasi Rp 2,5 triliun, Palembang-Indralaya (22 km) dengan investasi Rp 3,3 triliun, dan Bakauheni-Terbanggi Besar (140 km) dengan investasi Rp 16,79 triliun.
Selanjutnya ruas tol Pekanbaru-Dumai (131 km) dengan investasi sebesar Rp 16,21 triliun, Terbanggi Besar-Pematang Panggang-Kayu Agung (189 km) dengan investasi Rp 21,95 triliun, dan Indrapura-Kisaran (47 km) dengan investasi Rp 6,04 triliun.
Anis menjelaskan, kurun empat tahun terakhir, pengembangan JTTS oleh Hutama Karya telah mencapai 393 km. Tahun ini, HK merencanakan pembangunan sepanjang 188 km, sehingga total yang terbangun hingga 2019 diproyeksikan mencapai 581 km.