Ahad 03 Mar 2019 23:58 WIB

Aturan Baku Diperlukan Sebelum Bentuk Holding Kepelabuhan

Rencana Holding Kepelabuhan juga tak boleh mematikan kreativitas tiap Pelindo

Pelabuhan Dumai menjadi pelabuhan pertama di 2019 yang menerapkan inaportnet, setelah sebelumnya sistem inaportnet diterapkan di 16 pelabuhan di Indonesia. Selain Go Live Inaportnet Pelabuhan Dumai, Terminal Penumpang Bandar Sri Junjungan juga diresmikan.
Foto: Ditjen Hubla
Pelabuhan Dumai menjadi pelabuhan pertama di 2019 yang menerapkan inaportnet, setelah sebelumnya sistem inaportnet diterapkan di 16 pelabuhan di Indonesia. Selain Go Live Inaportnet Pelabuhan Dumai, Terminal Penumpang Bandar Sri Junjungan juga diresmikan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta untuk menyiapkan seperangkat regulasi dan aturan main yang baku. Khususnya sebelum membentuk "holding" atau korporasi induk BUMN kepelabuhanan.

"Regulasi turunannya juga harus disiapkan secara jelas, seperti keuangan, manajemen, dan lainnya yang tidak berbenturan dengan mekanisme yang sudah ada. Meskipun holding terbentuk, keunggulan di setiap pelabuhan harus terus dipelihara," kata pengamat maritim Son Diamar, di Jakarta, Ahad (3/3).

Baca Juga

Ia mengatakan rencana pembentukan Pelindo Incorporated juga tidak boleh mematikan keunggulan dan kreativitas masing-masing entitas yakni Pelindo I, Pelindo II, Pelindo III dan Pelindo IV.

Menurut Son Diamar, jika ingin membentuk "holding" untuk bisnis kepelabuhanan, maka pemerintah, dalam hal ini Kementerian BUMN dan Kementerian Perhubungan harus betul-betul memilih SDM yang kompeten di dalamnya.

"Bisa saja dari luar atau dalam, atau menunjuk entitas yang sudah ada. Tapi yang jelas manajemen dalam holding harus SDM yang punya kapabilitas dan visi kemaritiman yang jauh ke depan," katanya.

Jika dilihat dari sisi kinerja, baik operasional maupun keuangan, lanjut Son Diamar, Pelindo II (IPC) layak menjadi induk untuk Pelindo Incorporated. 

Selain dekat dengan pusat pemerintahan, Pelindo II menaungi Tanjung Priok yang merupakan pelabuhan terbesar dan tersibuk di Indonesia. 

"Kinerja mereka juga cukup baik dalam beberapa tahun terakhir," jelasnya.

Pada 2018, pendapatan usaha IPC meningkat 4,94 persen menjadi sebesar Rp 11,45 triliun (unaudited) dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp 10,91 triliun. Pencapaian laba bersih meningkat 9,95 peraen menjadi sebesar Rp 2,43 triliun (unaudited) dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 2,21 triliun.

Menurut Son Diamar, secara umum kinerja semua Pelindo atau IPC mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Dia menambahkan, untuk mengembangkan kreativitas, pemerintah perlu merumuskan strategi bisnis masing-masing unitnya. 

Setiap unit harus fokus, dan tidak merambah bisnis lain di luar core-nya karena selain akan merusak bisnis swasta, hal itu juga akan menjadi sumber korupsi. 

"Sebagai contoh, ada di salah satu Pelindo yang melebarkan sayap bisnisnya ke perkebunan dengan alasan hasil perkebunan akan memenuhi pengiriman di pelabuhan. Ini tidak benar. Bisnis Pelindo hanya bergerak di kepelabuhanan dan atau ke kawasan industri. Bukan bisnis industrinya," papar Son Diamar.

Sementara itu, Direktur Utama IPC, Elvyn G Masassya mengatakan, prinsip pembentukan "holding" Pelindo Incorporated adalah "collective value creation" dan sinergi dari IPC, Pelindo I, III, dan IV.

Penggabungan ini, kata dia, diharapkan bisa membuat lingkup bisnis anak usaha lebih besar lagi. "Kita sekarang hidup di abad global. Persaingan di era ini jelas semakin sengit. Semakin besar ukuran perusahaan, semakin besar pula kapasitasnya untuk mengelola dan menyinergikan sumber daya pemerintah yang tersebar," katanya. 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement