Jumat 22 Feb 2019 03:25 WIB

Indef: Unicorn di Indonesia Berisiko Capital Outflow

Persaingan modal akan mendorong investor memiliki saham unicorn.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Friska Yolanda
Unicorn Indonesia
Foto: Republika
Unicorn Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga riset Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai perusahaan teknologi berstatus unicorn di Indonesia berisiko akan diambil perusahaan asing jika tidak diatur dengan baik. Arus modal keluar pun tak terelakkan.

Menurut Ekonom Senior Indef Didik J Rachbini, isu terkait dengan unicorn, dampaknya ke depan lebih hebat dan cukup berbahaya, karena dapat menarik aliran dana keluar (capital outflow). Hal ini karena persaingan modal bersifat the winner take all, sifat dari bisnis ini adalah disruption, yakni mematikan yang sudah ada dan membesarkan yang sudah besar. 

"Ini sudah menjadi isu capres tapi belum melihat bahayanya sehingga jika abai kita bisa terjerumus kalah perang ekonomi," ujar Didik dalam diskusi dengan media, Kamis (21/2).

Dia menjelaskan, berdasarkan teori creative distruction, inovasi baru akan menyebabkan yang lama akan punah. Ini menimbulkan masalah sosial, seperti perang jalanan antara ojek pangkalan dengan ojek online. Sedangkan, pengemudi ojek adalah pekerja tanpa asuransi, tanpa pengembangan sumber daya manusia. 

Apabila unicorn Indonesia tidak diatur dan tidak diproteksi dengan baik, kata Didik, maka akan dicaplok modal asing. Akibatnya, arus modal dari royalti di masa depan lewat e-commerce akan sangat besar. 

"Sekarang defisit neraca berjalan atau sangat besar karena pendapatan primer, royalti, income tenaga kerja asing sangat besar. Dengan tumbuhnya unicorn yang bebas tanpa peran pemerintah maka defisit neraca berjalan akan besar dan bahkan jebol," jelas Didik.

Menurutnya, akar masalah kelemahan ekonomi Indonesia berada di sektor luar negeri, neraca berjalan dan defisit neraca jasa. Neraca berjalan Indonesia selalu negatif, yang utamanya karena defisit di sektor ekspor impor jasa. Saat ini, neraca berjalan defisit lebih besar karena neraca perdagangan terpuruk. Pada neraca jasa, desifit yang besar dan paling abadi adalah defisit jasa angkutan. 

"Sekarang defisit raksasa itu adalah pendapatan primer, utamanya adalah royalti dan gaji asing yang menyedot ekonomi indonesia keluar negeri," kata Didik.

Kekhawatiran mengenai unicorn akan membawa aliran dana keluar negeri (capital outflow) ini sebelumnya telah diutarakan oleh calon presiden Prabowo Subianto dalam Debat Pilpres 2 pada Ahad (18/2) malam. Perusahaan Unicorn merupakan perusahaan rintisan (startup) yang telah mengantongi valuasi lebih dari 1 miliar dolar AS atau sekitar Rp 14 triliun. Saat ini, terdapat empat unicorn di Indonesia, yakni Go-Jek, Bukalapak, Tokopedia, dan Traveloka. 

"Kalau ada unicorn hebat, saya khawatir mempercepat nilai tambah kita dan uang-uang kita lari ke luar negeri. Silahkan Anda ketawa tapi ini masalah bangsa," ujar Prabowo dalam debat Pilpres.

photo
Unicorn Indonesia

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement