REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Berly Martawardaya menyebut visi calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi) soal pengembangan energi B100 atau campuran biodiesel 100 persen pada BBM masih akan sulit dicapai. Menurutnya di Eropa yang kepedulian atas lingkungannya tinggi saja, program B100 masih belum bisa direalisasikan.
"B100 itu agak sulit. Pasalnya kalau 100 persen biodiesel itu banyak yang tidak jalan. Maksimal campuran biodiesel itu biasanya 40 persen," kata dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia itu saat dihubungi di Jakarta, Ahad (17/2) malam.
Ia menyayangkan dari visi misi Jokowi soal pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT), hanya pengembangan minyak kelapa sawit yang diangkat. Padahal, Indonesia memiliki potensi pasokan energi baru dan terbarukan yang begitu melimpah.
"Kalau bicara energi baru dan terbarukan biasanya akan biacar soal angin, air, surya atau geotermal, tapi kok tidak disebut. Itu agak aneh. Padahal ada beberapa yang sudah beroperasi misal pembangkit angin di Sidrap. Itu jadi pertanyaan," katanya.
Ia berharap ada komitmen Jokowi untuk mendorong pengembangan dan pemanfaatan EBT dalam bauran energi nasional yang ditargetkan mencapai 23 persen pada 2025. Ada pun saat ini, porsi pemanfaatan EBT dalam bauran energi baru mencapai 8 persen.
Calon Presiden nomor 01 Joko Widodo (Jokowi) menyebutkan saat ini Indonesia sedang menuju pada proses pengembangan energi B100 atau campuran biodiesel 100 persen pada BBM.
"Kita sudah produksi b20 sudah sebanyak 98 persen, artinya B20 sudah rampung, saat ini kita menuju B100," kata Jokowi dalam Debat Capres 2019 Putaran Kedua di Jakarta, Minggu.
Selain itu, Jokowi juga menyampaikan bahwa sebanyak 30 persen sawit di Indoensia akan dimanfaatkan menjadi energi baru terbarukan. "Ini sudah kita rencanakan secara rijik dan jelas, hal ini untuk agar kita tidak tergantung pada impor minyak.