Jumat 15 Feb 2019 13:43 WIB

Kementan Dorong Bungkil Kelapa Masuk Pasar Ekspor

Nilai nasional ekspor kedua komoditas tersebut senilai Rp 1,12 triliun pada 2018.

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Friska Yolanda
Seorang pekerja mengasapi kelapa yang akan dipisahkan dari bungkilnya untuk dijadikan kopra di Desa Toraranga, Kec. Ampibabo, kab. parigi Moutong, Sulteng, Minggu (27/5). Pengasapan tersebut dilakukan untuk memudahkan proses pemisahan kelapa dengan bungkil
Foto: Antara
Seorang pekerja mengasapi kelapa yang akan dipisahkan dari bungkilnya untuk dijadikan kopra di Desa Toraranga, Kec. Ampibabo, kab. parigi Moutong, Sulteng, Minggu (27/5). Pengasapan tersebut dilakukan untuk memudahkan proses pemisahan kelapa dengan bungkil

REPUBLIKA.CO.ID, MANADO -- Kementerian Pertanian mendorong pemanfaatan limbah produk pertanian untuk mengisi pasar ekspor. Untuk itu, Badan Karantina Pertanian (Barantan) melakukan penjaminan kesehatan dan keamanan terhadap limbah produk pertanian yang diminati pasar ekspor.

Adalah Palm Kernel Expeler (PKE) dan Copra Expeller (Copex) yang siap untuk diekspor. Sebanyak 6.850 MT PKE dan Copex asal Manado siap dikirim ke Korea Selatan.

"Ini sangat perlu kita dorong, pastikan persyaratan karantina negara tujuan sudah dipenuhi, ini adalah limbah yang jadi berkah," kata Kepala Badan Karantina Pertanian Ali Jamil saat melepas ekspor di Pelabuhan Laut Bitung, Sulawesi Utara, Jumat (15/2).

Sebelum dikirim, komoditas senilai Rp 17 miliar tersebut diawasi oleh petugas karantina Manado dan diberikan perlakuan fumigasi dengan PH3 atau Phostoxin sesuai persyaratan phytosanitary dari negara tujuan.

PKE atau palm kernel expeller merupakan bungkil kelapa sawit, sedangkan copra expeller adalah bungkil kelapa. Limbah tersebut akan dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Karantina memastikan produk ekspor tersebut bebas dari hama atau serangga yang menjadi target negara tujuan.

Barantan mencatat, nilai nasional ekspor kedua komoditas tersebut senilai Rp 1,12 triliun pada periode 2018 hingga awal Januari 2019. Sedangkan di Sulawesi Utara sendiri ekspor komoditas pertanian pada 2018 mencapai Rp 106,7 miliar dengan negara tujuan ekspor antara lain India, Korea Selatan, Cina, Belanda dan Vietnam. Berbagai komoditas ekspor unggulan dari Sulut diantaranya bungkil kelapa, minyak sawit, ampas sawit, minyak kelapa dan tepung kelapa.

"Potensinya ekspor disini besar, kita dorong bersama terutama komoditas non migas," ujar dia.

Menurutnya, perdagangan antar negara saat ini tidak lagi dibatasi oleh tarif. Komponen utama yang menjadi rujukan internasional yaitu non tarif barriers atau hambatan non tarif salah satunya adalah persyaratan SPS (sanitary and phytosanitary) atau persyaratan kesehatan karantina oleh negara tujuan ekspor. 

Selain memberikan jaminan kesehatan, karantina juga melakukan akselerasi atau percepatan ekspor melalui sistem pemeriksaan di Instalasi Karantina Tumbuhan (IKT), yaitu pemeriksaan yang dilakukan langsung dilokasi gudang, sehingga dapat memangkas waktu proses dan biaya ekspor. Loksi IKT sendiri sudah dilakukan penilaian oleh tim teknis karantina agar memenuhi standar lokasi pemeriksaan karantina. Ia berharap adanya IKT dapat menambah semangat eksportasi komoditas pertanian yang ada.

"Pokoknya kita permudah, nggak ada yang dipersulit, laporkan kalau ada yang mempersulit," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement