REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Permasalahan data kembali menjadi penyebab gejolak pangan yang terjadi di tanah air. Tak terkecuali, kelangkaan jagung yang sempat membuat industri peternakan kesulitan mendapatkan pasokan.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdhalifah Machmud mengaku, pemerintah terlambat dalam mengukur kebutuhan jagung industri kecil dan menengah dan produksi jagung saat paceklik. Dengan melakukan pengaturan, importasi jagung diyakini Musdhalifah lebih ketat dan bisa memperluas tanaman jagung guna memenuhi kebutuhan dalam negeri.
"Tapi kemudian kita lihat ada hal-hal yang tidak terukur, mungkin pendataan kita kurang tersistem dengan baik," ujar dia dalam diskusi Harga Pangan di Menara Kadin Jakarta, Kamis (14/2).
Hal itu membuat pemerintah terlambat mengukur kekurangan saat masa paceklik dan baru melakukan pencukupan kebutuhan peternak pada saat-saat akhir.
Ke depannya, ia melanjutkan, perbaikan data dan sistem informasi tanaman jagung akan dilakukan. Bappenas bahkan sudah menyampaikan akan melakukan perbaikan cara menghitung dan lainnya dengan pemanfaatan teknologi satelit.
Menurutnya, gejolak jagung baru terjadi pada 2018 yang bisa jadi lantaran kurang sinkronisasi data produksi dan kebutuhan pada saat paceklik.
"Kita perlu mengukur produsen dan konsumen jagung ini dengan lebih detail," katanya.
Selain perbaikan data, ia menambahkan, dukungan infrastruktur pascapanen juga perlu ada. Dengan kemampuan penyimpanan yang baik, produksi jagung hasil panen raya bisa disimpan untuk pemenuhan kebutuhan di saat paceklik. Pola tinggi produksi dan sedikit produksi ini harus disadari agar pemerintah bisa dengan serius melakukan penanganan.
Ia menjelaskan, ketersediaan yang cukup, keterjangkauan fisik dan ekonomi serta stabilitas pasokan menjadi poin penting untuk menjaga harga stabilitas harga. Meski pertanian di dalam negeri sudah cukup baik, tapi logistik masih menjadi masalah seperti ketersediaan gudang penyimpanan terutama pada saat penan raya terjadi.
"Infrastuktur tengah diperbaiki dengan pengadaan silo, dryer dan lainnya," katanya. Dalam kesempatan tersebut, ia pun mengajak pihak swasta untuk bekerjasama melakukan transfer teknologi dalam membantu persoalan pasca panen tersebut.
Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Tri Wahyudi Saleh mengatakan, pihaknya sebagai BUMN pangan telah terlibat langsung dalam pengadaan infrastruktur pascapanen. "Kami dapet PMN 2017 senilai Rp 2 triliun mulai dari rice milling, silo jagung dan dryer," ujar dia. Infrastruktur tersebut dibangun di Jawa Timur, Jawa Barat dan wilayah sentra lainnya. Untuk diketahui, stok jagung pakan Bulog per 12 Februari sebanyak 20191.679 ton.