REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Daya saing ketertarikan berinvestasi pada sektor minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia tahun 2018 menujukkan grafik yang kian kompetitif. Indonesia menduduki peringkat ke-25 dari penilaian 131 negara pada laporan Petroleum Economics and Policy Solution (PEPS) Global E&P Attractiveness Ranking.
Torehan capaian ini membuktikan tata kelola sektor migas mampu memikat para investor yang ingin masuk ke Indonesia."Penilaian yang diakui oleh lembaga riset global membuktikan pengelolaan sektor migas di Indonesia belakangan ini berhasil mendorong kembali geliat investasi migas. Ini tak lepas dari upaya perubahan kebijakan fiskal pada pengusahaan di sektor migas," kata Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar di ruang kerjanya di Jakarta, Kamis (14/2).
Dilansir dari laporan IHS Markit, lembaga penyedia informasi dan analisis global yang berpusat di London, Indonesia masuk dalam kategori negara yang mampu menggenjot aktivitas eksplorasi dan eksploitasi migas di tengah lesunya investasi hulu migas akibat fluktuasi perekonomian global. Indonesia mampu mengungguli Aljazair, Rusia, Mesir yang dikenal sebagai negara eksportir minyak.
Berdasarkan laporan yang sama, Indonesia juga menduduki peringkat terbaik apabila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Bila dikomparasikan, Malaysia misalnya. Pada tahun 2017 menduduki peringkat ke-23, sekarang ini melorot ke posisi 35.
Peningkatan aktivitas ini tak lepas dari adanya perubahan sistem fiskal bagi hasil Gross Split yang diterapkan oleh Pemerintah untuk menggantikan rezim fiskal sebelumnya, yaitu cost recovery. Perubahan ini cukup membawa angin segar lantaran efisiensi dalam sistem gross split menggiurkan para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) migas menggalakkan kegiatan eksplorasi dan ekploitasi.
"Salah satu daya tarik Gross Split bagi para pelaku usaha migas adalah sistem ini mampu melindungi investor di saat rendahnya harga komoditi minyak dunia," jelas Arcandra.
Pemerintah pun berhasil mengantongi dana eksplorasi dari penerapan sistem fiskal baru tersebut sebesar Rp 31,5 triliun. Angka tersebut belum ditambah dengan bonus tanda senilai Rp 13,5 triliun. yang diperoleh dari 39 kontraktor yang menggunakan sistem gross split.
"Saya optimis perubahan fiskal ini sangat menjanjikan bagi perkembangan masa depan investasi migas di Indonesia," tegas Arcandra.
Penilaian positif dari IHS Markit turut didukung manajemen risiko bisnis migas di Indonesia. Transformasi kebijakan berupa penyederhanaan regulasi mampu menjadi dasar utama dalam melakukan pengelolaan, perencanaan hingga mitigasi atas risiko berbisnis migas. Pemerintah Indonesia berhasil memangkas 56 regulasi/perizinan yang menghambat jalannya investasi migas di Indonesia.
"Sepertinya keberlangsungan operasi bisnis migas di Indonesia menjadi salah satu pertimbangan IHS Markit dalam menentukan pemeringkatan tersebut," ungkap Arcandra.
Tingginya komitmen Indonesia dalam mereformasi tata kelola migas dibuktikan dengan nilai investasi yang masuk pada tahun 2018 di tengah tantangan harga komoditi global. Aliran investasi sebesar setara Rp 187,5 triliun masuk ke kas negara pada tahun lalu. Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebesar 1,5 triliun dolar AS dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu Rp 165 triliun.
PEPS menilai bagaimana suatu negara menyajikan informasi, strategi dan manajemen risiko terhadap pengembangan bisnis dan usaha baru di subsektor migas.
Selain itu, PEPS juga menganalisa data hukum, model kontrak, sistem fiskal, politik, dan kondisi hulu migas terkini di sebuah negara. Adapun tiga komponen yang menjadi penentu penilaian oleh IHS Markit antara lain aktivitas E&P, rezim fiskal dan risiko migas.