Kamis 14 Feb 2019 20:17 WIB

BTPN Syariah Tetap Fokus di Segmen Ultramikro

BTPN Syariah mendapatkan dana segar Rp 751 triliun dari IPO.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Dwi Murdaningsih
Direktur Utama BTPN Syariah Ratih Rachmawaty (kedua kiri) bersama Komisaris Utama BTPN Syariah Kemal Azis Stamboel (kiri) dan Ketua Dewan Pengawas Syariah BTPN Syariah H. Ikhwan  Abidin (kanan) berbincang seusai Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) BTPN Syariah di Jakarta, Kamis (14/2).
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Direktur Utama BTPN Syariah Ratih Rachmawaty (kedua kiri) bersama Komisaris Utama BTPN Syariah Kemal Azis Stamboel (kiri) dan Ketua Dewan Pengawas Syariah BTPN Syariah H. Ikhwan Abidin (kanan) berbincang seusai Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) BTPN Syariah di Jakarta, Kamis (14/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- BTPN Syariah menyatakan akan tetap fokus menyalurkan pembiayaan ke segmen ultramikro atau keluarga prasejahtera produktif. Per 31 Desember 2018, pertumbuhan pembiayaan perseroan mencapai 20,2 persen dari Rp 6,05 triliun pada periode sama 2017 menjadi Rp 7,27 triliun. 

Direktur Kepatuhan BTPN Syariah Arief Ismail menyebutkan, sampai saat ini pembiayaan sudah disalurkan ke 3,4 juta nasabah prasejahtera produktif. Diharapkan ke depannya semakin bertambah. 

Baca Juga

"Seperti di annual report atau RBB (Rancangan Bisnis Bank) diharapkan, pertumbuhan pembiayaan 2019 sekitar 8,3 persen," ujar Arief kepada wartawan usai Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) BTPN Syariah, Kamis, (14/2).

Ia menjelaskan, seluruh portofolio pembiayaan perusahaan akan tetap disalurkan ke keluarga prasejahtera produktif. "Jadi sementara kita belum ada rencana memperluas lini bisnis ke segmen lain.  Kita tetap fokus di bisnis sekarang," tuturnya. 

Arief menyebutkan, pembiayaan tersebut telah disalurkan ke 23 provinsi di Indonesia, meliputi Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan lainnya. "Kita yang belum ada itu di antaranya di Papua dan Maluku. Kita juga belum ada rencana ekspansi ke sana," kata dia. 

Menurutnya, untuk menyalurkan pembiayaan ke Papua dan Maluku perlu ada berbagai pertimbangan. Di antaranya terkait kapasitas perusahaan serta infrastruktur. 

"Tapi di 23 provinsi yang telah kita sasar itu mencakup seluruh Indonesia. Potensi di sana pun masih besar," kata Arief. 

Diketahui, tahun lalu perusahaan baru saja mendapat dana segar sekitar Rp 751 miliar dari hasil melakukan penawaran saham perdana atau Initial Public Offering (IPO). Dana yang diperoleh dari aksi korporasi tersebut digunakan untuk membiayai keluarga prasejahtera produktif. 

"Kita Alhamdulillah sukses IPO tahun lalu dan kinerja bisa pertahankan sesuai rencana kita. Setelah IPO kita menjadi perusahaan yang lebih terbuka karena diawasi publik dan yang berpartisipasi untuk berdayakan keluarga prasejahtera semakin banyak melalui penyertaan sahamnya," kata Arief. 

Meski begitu, ia menambahkan, tahun ini perusahaan berkode saham BTPS tersebut belum berencana kembali melakukan aksi korporasi. 

Sebagai informasi, pada 2018 kinerja perseroan tumbuh positif. Tercatat, laba bersih setelah pajaknya mencapai sebesar Rp 965 miliar atau meningkat 44 persen dibandingkan 2017.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement