Kamis 14 Feb 2019 02:12 WIB

Aprindo tak Sepakat Pergub DKI Jakarta Tentang UMSP

Penyusunan Pergub dinilai tak melibatkan pelaku usaha atau asosiasi.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Gita Amanda
bisnis ritel
Foto: republika
bisnis ritel

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Mandey mengatakan, pihaknya tidak sepakat dengan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 6 Tahun 2019 tentang Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) Tahun 2019. Pergub itu diteken Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada 22 Januari dan telah diundangkan 23 Januari lalu.

"Sampai hari ini kami tidak sepakat dengan UMSP ini karena memang melihat bahwa sektor industri ini bukan sektoral lagi," ujar Roy dalam diskusi Dilema Upah Minimum Sektoral Provinsi di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (13/2) lalu.

Ia mengaku keberatan bila sektor ritel dimasukkan ke dalam UMSP. Menurut dia, ritel termasuk sektor padat karya yang menyerap cukup banyak tenaga kerja. Ia melanjutkan, apabila Pemprov DKI Jakarta tetap memaksakan peritel menggaji karyawan sesuai UMSP akan memiliki dampak yang besar.

"Kami bisa lebih menerima untuk UMP (Upah Minimum Provinsi) kalau UMSP besarannya bisa enam sampai delapan persen berbeda lebih tinggi dari UMP itu tentu memberatkan," kata dia.

Roy memaparkan, ritel bukan hanya minimarket ada juga hypermarkat ataupun departement store yang rata-rata setiap toko di atas 200 orang tenaga kerja. Sehingga, lanjut dia, pembiayaan gaji tenaga kerja yang harus dikeluarkan mencapai 15 persen hingga 35 persen dari total biaya produksi.

Roy mengatakan, pihaknya sudah berkirim surat resmi kepada kepala daerah di seluruh Indonesia yang menyatakan tidak sepakat dengan adanya UMSP termasuk DKI Jakarta. Apalagi ia menjelaskan, Pergub Nomor 6 Tahun 2019 tentang UMSP 2019 di Jakarta, penyusunannya dianggap tak melibatkan pelaku usaha atau asosiasi.

Padahal, ia melanjutkan, ada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 15 Tahun 2018 tentang upah minimum. Pada Pasal 14 ayat 2 disebut bahwa dalam hal perundingan tidak mencapai kesepakatan, gubernur tidak dapat menetapkan UMSP.

"Kalau tidak ada kesepakatan dengan pelaku usaha atau asosiasi maka UMSP itu tidak boleh ditandatangani gubernur," tutur Roy.

UMSP 2019 tersebut ditetapkan untuk 11 sektor atau sub sektor yakni sektor bangunan dan pekerjaan umum; sektor kimia, energi, dan pertambangan; sektor logam, elektronik, dan mesin; sektor otomotif; serta sektor asuransi dan perbankan.

Selanjutnya, sektor makanan dan minuman; sektor farmasi dan kesehatan; sektor tekstil, sandang, dan kulit; sektor pariwisata; sektor telekomunikasi; serta sektor ritel. Pergub itu mengatur bahwa pengusaha yang termasuk dalam kelompok sektor tersebut dilarang membayar lebih rendah dari UMSP 2019 yang ditetapkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement