Rabu 13 Feb 2019 19:19 WIB

Menpar: Tiket Pesawat Mahal, Okupansi Hotel Turun 25 Persen

Menpar Arief menyebut solusi paling efektif adalah menurunkan harga avtur

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Menteri Pariwisata Arief Yahya menjadi pembicara pada diskusi publik bertema peningkatan produktivitas masyarakat berbasis pariwisata lokal di Auditoroum Graha Universitas Sriwijaya Palembang,Sumsel, Rabu (6/2/2019).
Foto: Antara/Feny Selly
Menteri Pariwisata Arief Yahya menjadi pembicara pada diskusi publik bertema peningkatan produktivitas masyarakat berbasis pariwisata lokal di Auditoroum Graha Universitas Sriwijaya Palembang,Sumsel, Rabu (6/2/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan, tarif tiket pesawat yang naik beberapa waktu lalu sudah berdampak pada industri pariwisata. Secara rata-rata, okupansi hotel di semua destinasi wisata utama sudah turun sekitar 25 persen. Apabila biasanya dapat mencapai 55 persen pada periode awal tahun, kini hanya menjadi 30 persen. 

Arief mengatakan, dampak lain juga dirasakan di bandara sejumlah daerah. Setidaknya, ratusan penerbangan telah dibatalkan. Kondisi ini tak pelak menimbulkan protes dari berbagai daerah. "Di Sumatera Barat, Gubernurnya sampai protes, Pekanbaru, Palembang dan Batam juga. Lombok yang kasihan karena baru mau recover dari gempa, tapi kembali anjlok," ucapnya saat ditemui di Gedung Kemenpar, Jakarta, Rabu (13/2). 

Baca Juga

Arief mengatakan, solusi paling efektif saat ini untuk memperbaiki kondisi industri pariwisata adalah menurunkan harga avtur. Setidaknya, harga avtur yang dibebankan ke maskapai penerbangan Indonesia mendekati dengan negara tetangga. Apabila tidak, permainan monopoli avtur harus segera dicabut. 

Avtur menjadi kunci dari tarif tiket pesawat. Sebab, avtur berkontribusi atas 40 persen dari beban biaya perusahaan maskapai. Jika sudah turun dan berdampak pada penurunan harga tiket pesawat, Arief optimistis, pertumbuhan wisatawan nusantara (wisnus) yang inbound dapat tetap terjaga. "Tahun ini, kami targetkan 275 juta wisnus," katanya. 

Arief mengatakan, dampak negatif terhadap industri pariwisata mungkin tidak akan sebesar ini apabila kenaikan tarif tiket tidak terlalu besar dan mendadak. Apabila dibiarkan terus menerus, ia cemas akan terjadi kondisi ‘normal baru’ yang tingkat permintaannya jauh lebih rendah dibandingkan biasanya. Tidak hanya industri penerbangan yang hancur, juga hotel, restoran hingga usaha kecil dan menengah (UKM) di sejumlah daerah. 

Oleh karena itu, Arief menganjurkan agar maskapai mempertimbangkan terlebih dahulu nilai tarif yang akan dikenakan sebelum benar-benar menerapkannya kepada masyarakat. "Sesuatu yang besar dan mendadak pasti efeknya relatif tidak bagus, apalagi ketika berbicara kenaikan," katanya. 

Menurut informasi yang didapatkan Arief, Presiden Joko Widodo akan membahas masalah avtur bersama dengan Pertamina. Pada pertemuan itu, ia berharap, permasalahan harga pesawat yang tinggi dapat segera teratasi melalui penurunan harga avtur. Dengan begitu, industri pariwisata dapat kembali bergeliat. 

Ketua Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia (ICPI) Azril Azhari menilai, kondisi tarif tiket pesawat yang naik saat ini berpotensi melambatkan pergerakan wisatawan nusantara. Di sisi lain, akan terjadi peningkatan jumlah tingkat outbound atau jumlah wisatawan asal Indonesia yang pergi ke luar negeri.

Azril menyebutkan, harga tiket merupakan kunci daya tarik wisatawan saat memilih destinasinya. Ketika tiket pesawat domestik naik, daya tarik tersebut menjadi turun dan mereka akan mencari tujuan yang lebih murah. "Saat ini, kondisinya, tiket pesawat ke Jepang lebih murah dibanding kita ke dalam negeri, seperti ke Raja Ampat," ucapnya ketika dihubungi Republika

Azril menambahkan, kebijakan ini tak akan berdampak banyak pada kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia. Sebab, pada umumnya,  mereka menggunakan maskapai luar negeri langsung ke destinasi di Indonesia.

Wisman yang melancong di dalam Indonesia pun cenderung menggunakan maskapai BUMN, sehingga tidak terdampak dengan kebijakan bagasi berbayar. "Yang terdampak hanya jumlah wisnus. Diperkirakan, akan semakin banyak dari mereka yang outbound dibandingkan inbound," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement