REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tuntutan mutu produk pangan dalam perdagangan dunia terus meningkat. Mutu hasil hortikultura segar merupakan kombinasi dari karakteristik kimia, nilai gizi, sifat sensoris, sifat fisik, mekanis dan fungsional yang memberi nilai bagi produk hortikultura segar sebagai bahan pangan. Mutu menentukan daya saing produk hortikultura yang ditawarkan.
Salah satu upaya yang diharapkan mampu meningkatkan persaingan di pasar internasional adalah penerapan sistem jaminan mutu keamanan pangan sehingga dapat memenuhi standar yang telah ditetapkan.
Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Bogor, Siti Nurianty mengatakan, standardisasi produk di Indonesia sangatlah diperlukan bagi semua usaha di sektor hortikultura. "Saat ini sedang dilakukan pengembangan potensi produk hortikultura di Kabupaten Bogor," kata Siti.
Beberapa komoditas hortikultura yang sedang dikembangkan di antaranya tanaman hias, nenas mahkota, pisang raja bulu kuning, pisang tanduk dan alpukat mentega.
Kepala Seksi Pengolahan dan Pemasaran Hasil, Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Bali, Ida Ayu Pidada NA mengatakan, peningkatan ekspor produk hortikultura dapat dilakukan melalui penerapan sistem jaminan mutu di seluruh rantai produksi. Salah satu persyaratan ekspor adalah registrasi kebun dan packing house.
Dengan terbukanya peluang ekspor produk hortikultura, saat ini Provinsi Bali sudah memiliki 10 packing house yang teregistrasi. Hal ini menunjukkan pelaku usaha hortikultura sudah mulai memperhatikan kualitas dari produk hortikultura yang akan mereka pasarkan.
Kementerian Pertanian akan melakukan edukasi kepada semua pihak terkait mulai dari penyedia benih, petani, pelaku usaha, pengumpul, distributor, pemerintah, masyarakat, konsumen dan lainnya. Edukasi ini penting untuk membangun kesadaran memproduksi dan mengkonsumsi produk yang bermutu. Kegiatan ini meliputi sosialisasi mutu, dialog, pameran dan public private dialogue.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura, Yasid Taufik mengatakan, konsistensi mutu produk hortikultura sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan daya saing produk hortikultura baik di pasar domestik maupun pasar ekspor. Konsistensi mutu dapat dijamin melalui diterapkannya standardisasi produk hasil pertanian dari hulu (on farm) ke hilir (off farm).
“Kualitas merupakan hal yang paling penting bagi konsumen. Sehingga Direktorat Jenderal Hortikultura bersama Dinas Pertanian Provinsi perlu bekerjasama untuk melakukan pembinaan jaminan mutu kepada petani dan pelaku usaha hortikultura agar dapat meningkatkan kualitas produk hortikultura, sehingga ekspor produk hortikultura dapat meningkat,” jelas Yasid.
Pemerintah melalui Kementerian Pertanian juga melindungi petani dan pelaku usaha hortikultura dari persaingan impor serta melindungi keamanan suatu produk dengan memberlakukan non tariff measures (NTMs).
"Dalam perjanjian WTO terkait dengan tindakan NTMs diperbolehkan dalam keadaan tertentu, khususnya sanitary and phytosanitary (SPS) dan technical barriers to trade (TBT). SPS mencakup peraturan dan pembatasan terhadap produk untuk melindungi kesehatan manusia, binatang, dan tanaman hidup dari risiko yang timbul dari adanya zat adiktif, racun, atau organisme penyebab penyakit yang terdapat dalam makanan. Sedangkan TBT mengacu pada regulasi teknis, standar, dan prosedur penilaian kesesuaian produk,” tambah Yasid.
Diharapkan dengan adanya kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah terbangun komitmen bersama dalam penerapan sistem jaminan mutu. Selain itu juga dapat menjamin 3K (kualitas, kuantitas dan kontinuitas), melindungi sektor pertanian Indonesia dan meningkatkan daya saing produk hortikultura Indonesia di manca negara.