REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menilai, pertumbuhan ekonomi 2018 semestinya bisa lebih tinggi. Menurutnya, terdapat beberapa momentum pada tahun lalu yang bisa dimanfaatkan untuk mendongkrak laju pertumbuhan.
"Sebenarnya ini ada beberapa momentum yang sayang sebenarnya di 2018. Dengan adanya perang dagang, yang namanya investasi masuk Asean itu deras luar biasa," kata Enny ketika dihubungi Republika.co.id, Kamis (7/2).
Sayangnya, kata Enny, tujuan relokasi investasi dari Cina itu utamanya justru ke Vietnam, Thailand, dan Malaysia. Sementara, Indonesia tak ikut merasakan dampak fenomena itu.
"Sayangnya, kok yang ke Indonesia tidak ada ya?" kata Enny.
Hal itu pun tercermin pada kinerja Penanaman Modal Asing (PMA) pada 2018 yang hanya mencapai Rp 392,7 triliun atau turun 8,8 persen dibandingkan PMA 2017.
"Padahal kalau investasi melonjak bisa memacu pertumbuhan cukup besar menjadi bisa sampai 5,2 hingga 5,3 persen," kata Enny.
Menurut Enny, pertumbuhan investasi yang tinggi juga akan berdampak pada peningkatan konsumsi rumah tangga. Hal itu lantaran daya beli masyarakat bisa meningkat karena ada pekerjaan.
"Persoalannya, konsumsi kita tidak mampu tumbuh lebih tinggi lagi karena sektor produktifnya lemah," kata Enny.