REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menilai, kinerja ekspor dan impor Indonesia pada 2018 menjadi salah satu penghambat laju pertumbuhan ekonomi 2018. Dia menyampaikan, neto ekspor pada tahun lalu pun tercatat dalam posisi negatif.
"Dari sisi pengeluaran, ekspor impor itu menjadi hambatan. Impor kita jauh lebih tinggi," kata Suhariyanto di Jakarta, Rabu (6/2).
Dalam rilis pertumbuhan ekonomi yang dilakukan BPS, ekspor pada 2018 tumbuh 6,48 persen namun terkoreksi pertumbuhan impor yang lebih tinggi yakni sebesar 12,04 persen. Dalam pertumbuhan ekonomi 2018, neto ekspor pun memberikan andil negatif 0,99 persen.
Sementara, sumber pertumbuhan ekonomi terbesar masih berasal dari konsumsi rumah tangga dengan andil 2,74 persen, kemudian Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi dengan andil 2,17 persen, konsumsi pemerintah dengan andil 0,38 persen, dan sumber pertumbuhan lain dengan andil 0,87 persen. Berdasarkan data sejak 2016, kata Suhariyanto, baru pada 2018 neto ekspor berada pada posisi negatif.
Suhariyanto mengatakan, pemerintah sejatinya telah berupaya menggenjot ekspor dan mengurangi impor dengan sejumlah kebijakan. Akan tetapi, dia memahami hal itu masih membutuhkan waktu hingga bisa berdampak pada kinerja perdagangan internasional Indonesia.
"Untuk menggenjot ekspor tentu kita harus membuat industri kita punya daya saing yang tinggi, perlu ada nilai tambah, dan sebagainya. Itu jalannya panjang, tetapi, langkah ke sana sudah bagus," kata Suhariyanto.