REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panas bumi merupakan potensi energi terbesar yang tersedia di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT), dengan potensi sebesar 1276 Megawatt Elctrical (MWe), dan 776 MWe di antaranya ada di Pulau Flores. Dari 12 wilayah prospek panas bumi di Pulau Flores, ada tiga wilayah yang mendapat izin pengelolaan Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) dari Menteri ESDM, yaitu Ulumbu, Mataloko dan Sokoria dengan total kapasitas terpasang mencapai 12,5 MW.
Kepala Badan Litbang ESDM, Sutijastoto menuturkan, energi panas bumi diharapkan mampu meningkatkan rasio elektrifikasi di wilayah timur Indonesia. Pengembangan panas bumi di Flores dapat diintegrasikan dengan sektor hilir seperti industri pertambangan, smelter, perikanan, perkebunan dan pariwisata agar potensinya dapat dimaksimalkan.
"Saat ini kebutuhan listrik di Pulau Flores mayoritas untuk konsumsi rumah tangga. "Diperlukan koordinasi lintas sektor yang lebih optimal guna meningkatkan investasi di Pulau Flores," ujar Sutijastoto, Senin (4/2).
Sementara itu, Direktur PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Geothermal, Aris Edi Susangkiono menjelaskan peranan panas bumi untuk pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan di Pulau Flores-NTT saat ini. "Kondisi kelistrikan pada tahun 2027, proyeksi permintaan di Flores adalah 383 MW, sementara kapasitas total pembangkit baru adalah 629 MW," kata Aris.
Aris menambahkan jumlah ini tidak termasuk Wai Sano, Wai pesi, Lesugolo, Oka Ile Ange dan Gunung Sirung. Kebutuhan akan permintaan ciptaan untuk menyerap pembangkit listrik.
Selain potensi panas bumi, Pulau Flores juga memiliki potensi hipotetik mineral emas primer sebesar 3.800.000 ton, mangan 34.938.936 ton dan pasir besi. Terdapat 11 perusahaan tambang yang masih beroperasi di Kabupaten Manggarai, antara lain PT Nusa Energy Raya, PT Indomineral Resources, PT Tamarindo Karya Resources, PT Multindo Cakrawala Sejati, PT Sumber Alam Nusantara, PT Tribina Sempurna, PT Masterlong Mining Resources, PT Sumber Jaya Asia, PT Rakhsa International, PT Menara Armada Pratama, dan PT Wijaya Graha Prima. Pengolahan smelter mangan sebesar 40 ribu ton per tahun membutuhkan energi sebesar 10 MW.