Kamis 31 Jan 2019 18:02 WIB

Asosiasi Pesimistis Harga Khusus Ayam dan Telur Efektif

Upaya tersebut berpotensi menyebabkan tingkat permintaan terhadap ayam menurun.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Peternak mengumpulkan telur ayam di Denggungan, Banyudono, Boyolali, Jawa Tengah, Rabu (26/12/2018).
Foto: Antara/Aloysius Jarot Nugroho
Peternak mengumpulkan telur ayam di Denggungan, Banyudono, Boyolali, Jawa Tengah, Rabu (26/12/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Harian Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN) Sigit Prabowo mengaku pesimistis dengan efektivitas implementasi penetapan harga khusus daging ayam ras dan telur ayam ras yang diminta Kementerian Perdagangan (Kemendag). Sebab, jangka waktu pemberlakuan harga khusus terbilang sempit, yakni sampai 31 Maret 2019. 

Sigit menjelaskan, surat permintaan ini cenderung tiba-tiba. Tidak ada dialog dan sosialisasi dari pemerintah kepada asosiasi terlebih dahulu. “Yang kami cemaskan, kertas berharga ini tidak implementatif,” tuturnya ketika dihubungi Republika.co.id, Kamis (31/1). 

Sigit mengakui, keputusan Kemendag untuk menaikkan batas acuan harga daging dan telur ayam ras sudah tepat. Sebab, harga jagung sebagai bahan pokok pakan ayam sudah melampaui harga eceran tertinggi (HET), sehingga harga daging dan ayam di pasaran harus menyesuaikan. 

Namun, Sigit menjelaskan, upaya tersebut berpotensi menyebabkan tingkat permintaan terhadap ayam menurun. Sebab, masyarakat belum siap dengan harga yang naik tersebut. "Ini hukum ekonomi yang tidak bisa dilawan," tuturnya. 

Baca juga, Kemendag Naikkan Harga Acuan Telur dan Daging Ayam Ras

Sigit menganjurkan, pemerintah sebaiknya fokus terhadap penyerapan hasil produksi peternak, baik berupa ayam maupun telur. Perum Bulog dapat melakukannya dan menyimpan di cold storage. Apabila nanti ketersediaan di pasar dirasa kurang memenuhi kebutuhan masyarakat, cadangan tersebut dapat dikeluarkan sebagai stok. 

Pesimisme yang dirasakannya bukan tanpa alasan. Berdasarkan pengalamannya, regulasi seperti ini tidak dapat efektif dalam mendukung peternak. "Pemerintah juga sebaiknya lebih fokus dalam menurunkan bahan baku pakan seperti jagung," ucapnya. 

Sigit mencatat, peternak di berbagai daerah kini masih harus membeli jagung dengan harga Rp 5.300 per kilogram untuk kadar air 18 persen. Harga tersebut masih lebih tinggi dibanding dengan harga eceran tertinggi yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 58 Tahun 2018, yakni Rp 4.000 per kilogram. 

Saat ini, Sigit mencatat, harga jual ayam dari peternak ke pasaran masih berada di kisaran Rp 17 ribu sampai Rp 17.500 per kilogram. Untuk beberapa daerah seperti Bogor dan Tangerang dapat mencapai Rp 18 ribu per kilogram. 

Berdasarkan data konsumsi pangan yang dimiliki Gopan, tercatat konsumsi telur ayam ras sepanjang 2018 mencapai 120 hingga 125 butir atau sekitar tujuh kilogram per orang per tahun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement