Selasa 29 Jan 2019 22:28 WIB

Tak Mau Didikte Soal Sawit, RI Gelar Pertemuan Lanjutan WEF

WEF, Bank Dunia dan UNEP kunjungi Indonesia terkait penanganan sawit

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petani menimbang kelapa sawit di Kinali, Pasaman Barat, Sumatra Barat, Sabtu (1/12/2018).
Foto: Antara/Iggoy el Fitra
Petani menimbang kelapa sawit di Kinali, Pasaman Barat, Sumatra Barat, Sabtu (1/12/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia ditunjuk menjadi tuan rumah pertemuan lanjutan antara Forum Ekonomi Dunia (WEF), Bank Dunia (WB), dan Program Lingkungan PBB (UNEP) pada Maret 2019 nanti. Pertemuan ini menindaklanjuti pertemuan serupa di Davos, Swiss pada pekan lalu yang juga dihadiri Indonesia.

Di Davos, Indonesia yang diwakili Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan tiga topik utama yakni tentang industri kelapa sawit, isu lingkungan yang berkaitan dengan plastik, dan blended finance atau skema pembiayaan yang bersumber dari filantropi.

Di depan mantan Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) Al Gore dan tokoh-tokoh penting lain dari berbagai negara, Luhut sempat menyampaikan kebijakan Indonesia dalam menangani tiga isu utama di atas, terutama tentang sawit. Isu soal sawit memang menjadi perhatian utama karena Uni Eropa sempat menerbitkan resolusinya yang merugikan industri sawit Indonesia.

Uni Eropa menggunakan isu lingkungan untuk menekan produk sawit dari Indonesia. "Sawit ini menyangkut 17,5 juta petani, kami tidak usah diajarkan. Kalau petani menderita itu jadi masalah buat kami karena SDGs nomor 1 tentang kemiskinan kami selesaikan dengan program kelapa sawit. Kami juga sudah moratorium, jadi jangan dikte kami," jelas Luhut di Kompleks Istana Negara, Selasa (29/1).

Ternyata pernyataan Indonesia yang disampaikan Luhut punya dampak. Pada 12 Maret nanti Indonesia akan disambangi WEF, Bank Dunia, dan UNEP untuk menyimak penjelasan pemerintah soal isu-isu tersebut. Meski begitu, Luhut menyebutkan bahwa ketiga lembaga tersebut menyampaikan apresiasinya kepada pemerintah Indonesia karena memiliki solusi berkelanjutan dalam menangani permasalahan sawit dan lingkungan.

"Kami dengarkan masukan. Kami bukan negara miskin, kami negara kuat. Statement itu ternyata punya dampak. Sehingga tanggal 12 Maret diatur pertemuan di Jakarta. Mereka mengapresiasi Indonesia membuat kemajuan yang sangat signifikan," kata Luhut.

Sebelumnya Luhut menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia terbuka terhadap peluang kerja sama, termasuk terhadap saran dan masukan, tapi tidak akan menerima niat dari pihak manapun yang mau mendikte Indonesia.

"Pemerintah Indonesia mau duduk bersama UNEP, World Bank, dan komunitas World Economic Forum untuk mencari tahu apa yang bisa dilakukan bersama," ungkap Luhut.

Menurutnya, pemerintah telah memahami permasalahan terkait kehutanan. Luhut juga menyebutkan, masalah deforestasi harus diselesaikan dengan menemukan titik keseimbangan antara tercapainya kelestarian lingkungan, kesejahteraan rakyat, ketahanan pangan nasional, dan konsistensi penerapan peraturan perundang-undangan.

"Harus dilihat ekuilibriumnya, bagaimana kami menangani masalah lingkungan, bagaimana kami juga harus menjamin nafkah masyarakat, dan bagaimana kami harus menghormati regulasi yang diterbitkan oleh rezim pemerintahan sebelumnya, serta ketahan pangan, kata Luhut di Davos. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement