Selasa 29 Jan 2019 12:45 WIB

Ada Tekanan Global, KSSK Sebut Sistem Keuangan RI Normal

KKSK mewaspadai risiko perekonomian pada tahun ini

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Nidia Zuraya
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) mengumumkan, stabilitas sistem keuangan kuartal IV 2018 dalam kondisi normal. Hal Ini berdasarkan hasil pemantauan lembaga anggota KSSK terhadap perkembangan perekonomian, moneter, fiskal, pasar keuangan, lembaga jasa keuangan, dan penjaminan simpanan.

Kendati demikian, KSSK tetap mencermati sejumlah potensi risiko. "Beberapa potensi risiko baik yang berasal dari perekonomian global maupun domestik, dalam bentuk pelemahan pertumbuhan ekonomi global, kebijakan ekonomi AS dan dampak sengketa dagang dengan Cina, serta potensi berlanjutnya defisit neraca dagang dan neraca transaksi berjalan, dan segmentasi likuiditas," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers di kantor Kemenkeu, Jakarta pada Selasa (29/1).

Untuk menghadapi risiko tersebut, KSSK akan memperkuat sinergi fiskal, moneter, makroprudensial, dan mikroprudensial dalam menjaga stabilitas serta mendukung momentum pertumbuhan ekonomi.

Di bidang fiskal, Sri menjelaskan, kinerja APBN 2018 berhasil ditutup dengan baik kendati perekonomian global cukup menantang. Dia menyampaikan, realisasi pendapatan negara mencapai Rp 1.942,34 triliun atau 102,52 persen terhadap target APBN 2018.

Sementara itu, belanja negara terealisasi mencapai Rp 2.202 24 triliun atau 99,17 persen terhadap pagu APBN 2018. Dengan realisasi tersebut, defisit anggaran tercatat sebesar 1,76 persen terhadap PDB, jauh lebih baik dari target APBN 2018 yang sebesar 2,19 persen terhadap PDB maupun defisit anggaran tahun sebelumnya yang sebesar 2,51 persen.

Untuk mendukung kinerja pelaksanaan anggaran tersebut, kehati-hatian dan akuntabilitas dalam pengelolaan utang terus dijaga. Pada 2018, realisasi pembiayaan utang lebih rendah Rp 32,5 triliun dari target dan tumbuh negatif dari tahun sebelumnya. Pada 2019, pembiayaan utang direncanakan semakin menurun.

"Pemerintah juga akan berupaya menurunkan ketergantungan terhadap utang dalam valuta asing untuk menghindari risiko fluktuasi nilai tukar," kata Sri.

Sementara itu, di bidang moneter, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, kebijakan suku bunga difokuskan untuk menurunkan defisit transaksi berjalan ke dalam batas aman dan mempertahankan daya tarik aset keuangan domestik.

Pada kuartal IV 2018, bank sentral menaikkan suku bunga acuan Bl 7 Days Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps) ke level 6 persen. Bl juga terus menempuh strategi operasi moneter yang diarahkan untuk menjaga kecukupan likuiditas baik di pasar rupiah maupun pasar valas. BI juga telah memberlakukan transaksi Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) mulai 1 November 2018.

Dalam rangka meningkatkan ketahanan eksternal, Bl memperkuat kerjasama moneter dan keuangan dengan otoritas dari beberapa negara. Pada kuartal IV 2018, BI dan Otoritas Moneter Singapura telah menandatangani perjanjian keuangan bilateral dengan nilai setara 10 miliar dolar AS dalam bentuk swap bilateral dalam mata uang lokal serta repo bilateral dalam valuta asing untuk menjaga stabilitas moneter dan keuangan.

"Selain itu, BI dan Bank Sentral Tiongkok telah memperbarui perjanjian swap bilateral dalam mata uang lokal serta menyepakati pertambahan nilai dari 100 miliar Yuan atau setara 15 miliar dolar AS menjadi 200 miliar Yuan atau setara 30 miliar dolar AS," kata Perry. 

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menilai, stabilitas sektor jasa keuangan masih terjaga dengan baik. Dia menyampaikan, pertumbuhan kredit perbankan pada 2018 adalah sebesar 11,75 persen (yoy).

Di pasar modal, penghimpunan dana mencapai Rp 166 triliun. Sementara itu, pada kuartal IV 2018, volatilitas di pasar modal domestik terpantau mereda dan investor nonresiden mencatatkan nett buy di pasar saham dan pasar SBN masing-masing sebesar Rp 400 miliar dan Rp 42,37 triliun.

Akselerasi kredit perbankan dan pembiayaan ini diikuti dengan profil risiko kredit yang masih terjaga. Rasio Non Performing Loan (NPL) gross perbankan dan Non Performing Financing (NPF) perusahaan pembiayaan masing-masing sebesar 2,37 persen dan 2,71 persen.

Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan per kuartal IV 2018 berada pada level 23,5 persen sedangkan Risk Based Capital (RBC) untuk asurasi umum dan jiwa masing masing sebesar 332 persen dan 441 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement