REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mendukung rencana pemerintah yang akan menghapuskan kewajiban penyertaan Laporan Surveyor (LS) dalam rangka ekspor. Kebijakan itu disiapkan guna menekan defisit neraca perdagangan yang tahun lalu mencapai 8,57 miliar dolar AS atau terbesar sejak 1975.
"Semua regulasi yang justru menghambat ekspor itu perlu dihapuskan," kata Hariyadi ketika dihubungi Republika.co.id, Ahad (27/1).
Hariyadi mengatakan, saat ini eksportir terbebani dengan aturan kewajiban LS. Padahal, ujar Hariyadi, tidak semua negara tujuan ekspor Indonesia mensyaratkan hal tersebut.
"Memang prosedur birokrasi yang sebetulnya tidak penting dan tidak ada urusan dengan buyer ya sebaiknya dicabut saja," kata dia.
BI Segera Terbitkan Aturan Penyimpanan Devisa Hasil Ekspor
Dia menyebutkan, salah satu kewajiban yang memberatkan adalah sertifikat Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) pada eksportir furnitur. Menurutnya, kewajiban SVLK semestinya dibebankan di sisi hulu atau sejak kayu belum diolah. Dia menyarankan, pemerintah untuk bisa segera mengumpulkan kalangan pengusaha guna menjaring masukan dan keluhan yang saat ini dirasakan eksportir.
"Kalau saya sarankan Pak Darmin (Menko Perekonomian Darmin Nasutioan) itu perlu panggil semua asosiasi terkait ekspor," kata Hariyadi.
Hariyadi mengatakan, rencana kebijakan penghapusan syarat LS dapat memperbaiki kinerja ekspor dalam jangka pendek. Akan tetapi, untuk bisa memperbaiki kinerja ekspor jangka panjang, dia menyarankan pemerintah untuk bisa memperbaiki daya saing produk Indonesia.
"Sulit bagi kita untuk bersaing dengan pasar ekspor kalau harga jual kita masih mahal," kata Hariyadi.