Ahad 27 Jan 2019 11:15 WIB

HET Beras akan Dievaluasi Berkala

Tingginya harga beras yang sampai di masyarakat karena distribusi yang panjang.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Friska Yolanda
Pedagang memindahkan karung beras di salah satu agen penjual beras di Kawasan Manggarai, Jakarta, Ahad (4/3).
Foto: Republika/Prayogi
Pedagang memindahkan karung beras di salah satu agen penjual beras di Kawasan Manggarai, Jakarta, Ahad (4/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menyepakati usulan para pedagang beras yang meminta Harga Eceran Tertinggi (HET) Beras untuk dievaluasi. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Tjahja Widayanti mengatakan memang untuk HET Beras pemerintah akan melakukan evaluasi secara berkala.

"Iya, memang kami evaluasi secara berkala," ujar Tjahja saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (27/1).

Sayangnya, Tjahja belum mau menjelaskan secara rinci seperti apa hasil evaluasi HET beras ini. Ia hanya mengatakan, evaluasi baru akan dilakukan. Namun, Tjahja menjelaskan, bahwa dalam menetapkan HET, pemerintah tentu juga memperhitungkan daya beli masyarakat.

"Nanti update-nya kami kabari. Penentuan HET itu kita melihat juga daya beli masyarakat," ujar Tjahja.

Pengamat Ekonomi dari CORE, Moh Faisal menjelaskan salah satu penyebab harga beras yang sampai ke eceran masyarakat menjadi tinggi karena adanya rantai distribusi yang panjang. Kenyataannya meski ada HET, harga jual semestinya beberapa jenis beras lebih tinggi dari patokan HET pemerintah.

"Artinya pedagang harus jual rugi untuk beberapa jenis beras yang HET-nya terlalu rendah. Jadi memang HET perlu evaluasi sesuai dengan kondisi pasar, tapi sejalan dengan itu perlu memperbaiki rantai distribusi beras yang masih terlalu panjang," ujar Faisal saat dihubungi, Ahad (27/1).

Pekan lalu, para pedagang beras mengeluhkan persoalan HET beras kepada Presiden Joko Widodo. Pedagang meminta pemerintah melakukan evaluasi Harga Eceran Tertinggi (HET) beras secara berkala beberapa bulan sekali.

"Kan HET-nya Rp 9.450 per kg (kilogram). Tadi juga kami laporkan, perlunya sinkronisasi antara HET dan HPP. Ini harus ditinjau setiap saat, berkala. Mendag dulu mainya per 3-4 bulan sekali," jelas Ketua Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi), Sutarto Alimoeso pekan lalu.

Sutarto memandang, sinkroniasi antara HET dan HPP perlu dilakukan agar tidak ada pihak yang dirugikan, terutama dari sisi petani. Misalnya, saat HPP gabah di level Rp 5.500 per kg maka angka HET ideal seharusnya di atas Rp 10 ribu per kg.

Menurut Sutarto, perhitungan HET berdasarkan HPP ini perlu dievaluasi berkala agar petani terus diuntungkan tanpa merugikan dan menyusahkan masyarakat selaku konsumen. Persoalan HET beras sendiri diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57 Tahun 2017. Dalam aturan itu dijelaskan bahwa HET beras medium di pulau Jawa, Lampung, Sumatra Selatan, Sulawesi, Bali, dan Nusa Tenggara Barat sebesar Rp 9.450 per kg.

Sementara itu, HET beras medium di Sumatra (terkecuali Lampung dan Sumatra Selatan), Nusa Tenggara Timur, serta Kalimantan tercatat Rp 9.950 per kg. Adapun, HET beras medium tertinggi terdapat di Papua dan Maluku sebesar Rp 10.250 per kg.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement