Kamis 24 Jan 2019 11:41 WIB

Pembiayaan BTPN Syariah Tumbuh 20,2 Persen pada 2018

BTPN Syariah adalah satu-satunya bank yang melayani keluarga prasejahtera produktif.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Friska Yolanda
Pengepul kerajinan akte, Sahniah di Dusun Batas Tembeng, Kecamatan Terara, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB). Nasabah BTPN Syariah itu mampu menggerakkan perekonomian di lokasi itu.
Foto: Republika/Umi Nur Fadhilah
Pengepul kerajinan akte, Sahniah di Dusun Batas Tembeng, Kecamatan Terara, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB). Nasabah BTPN Syariah itu mampu menggerakkan perekonomian di lokasi itu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syariah Tbk(BTPN Syariah) berhasil meningkatkan kinerja keuangan yang positif selama tahun 2018. BTPN Syariah membukukan pertumbuhan pembiayaan sebesar Rp 7,277 triliun, atau tumbuh 20,2 persen dibandingkan periode sebelumnya Rp 6,053 triliun. 

Direktur Utama BTPN Syariah Ratih Rachmawaty menyampaikan pertumbuhan pembiayaan yang sehat disertai dengan kualitas pembiayaan yang baik. BTPN Syariah berhasil menjaga rasio pembiayaan bermasalah (NPF) di posisi 1,39 persen, jauh dibawah rata-rata industri perbankan.

Sementara itu, kenaikan total aset BTPN Syariah menembus 31,5 persen dari Rp 9,157 triliun pada akhir tahun 2017 menjadi Rp 12,039 triliun. Pertumbuhan total aset ini didorong oleh aksi korporasi perusahaan berupa proses penawaran umum perdana (Initial Public Offering/IPO) pada 8 Mei 2018 lalu. 

Adapun Dana Pihak Ketiga (DPK) juga tumbuh sebesar 16,3 persen, mencapai Rp 7,612 triliun dibanding posisi Desember 2017 sebesar Rp 6,546 triliun. Financing to Deposit Ratio (FDR) berada di posisi yang sehat sebesar 95,6 persen. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) dipertahankan sebesar 40,9 persen. Laba bersih setelah pajak (NPAT) mencapai Rp 965 miliar, atau tumbuh 44 persen.

Tidak hanya mencatatkan kinerja keuangan yang baik, BTPN Syariah juga melakukan survei secara berkala bagi nasabah prasejahtera yang mengikuti program pemberdayaan. Metode dan alat survei yang dipilih merupakan alat yang berlaku internasional dan memiliki kredibilitas yang baik, tapi tetap mudah dalam pengimplementasiannya yaitu PPI (Poverty Probability Index) dari IPA (Inovative for Poverty Action). 

Berdasarkan hasil survei diketahui bahwa nasabah Bank yang telah memasuki tahun ketiga dalam program pemberdayaan, probabilitas mereka untuk kembali ke garis prasejahtera menurun dari 28,2 persen menjadi 23,5 persen. Anak nasabah yang tidak bersekolah juga menurun dari 17,4 persen menjadi 12,5 persen. 

Dana Pihak Ketiga (DPK) bank dari keluarga prasejahtera ini telah mencapai 19,9 persen, tumbuh 26,3 persen yoy, melebihi pertumbuhan DPK Bank sebesar 16,3 persen. Ratih mengatakan sangat bersyukur atas pencapaian ini walau tentu saja banyak faktor lain yang ikut berperan dalam perubahan positif yang terjadi pada nasabah prasejahtera BTPN Syariah. Perubahan positif tersebut, tambahnya, menjadi sumber motivasi tak terhingga bagi Bank dan ribuan #bankirpemberdaya di seluruh Indonesia. 

"Semua ini tidak akan terwujud tanpa ridho dan pertolongan dari Allah SWT," tutup Ratih dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Kamis (24/1). 

BTPN Syariah adalah satu-satunya bank di Indonesia yang memfokuskan diri melayani keluarga prasejahtera produktif. Potensi target marketnya diperkirakan lebih dari 40 juta jiwa yang biasa disebut unbankable, karena tidak memiliki catatan keuangan dan dokumentasi legal.

Oleh karena itu BTPN Syariah membangun sarana dan prasarana yang sangat berbeda dengan perbankan pada umumnya. Untuk memastikan produk dan layanan efektif serta efisien melayani segmen tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement