Senin 21 Jan 2019 01:00 WIB

Mentan: Kita Sudah Swasembada Beras dan Jagung

Indonesia tidak mengonsumsi beras impor sejak 2016 hingga 17 Januari 2019.

Rep: Melisa Riska Putri / Red: Satria K Yudha
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman melakukan panen jagung di Desa Randu Merak, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur (Jatim), Rabu (16/1).
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman melakukan panen jagung di Desa Randu Merak, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur (Jatim), Rabu (16/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyatakan Indonesia telah mewujudkan swasembada beras dan jagung. Sesuai dengan konsensus negara-negara yang tergabung dalam Food and Agriculture Organization (FAO), swasembada adalah jika suatu negara mampu memenuhi pangannya 90 persen dari kebutuhan.

"Kita sudah mampu mewujudkan definisi itu. Secara fakta empiris, pangan kita aman," katanya melalui siaran pers, Ahad (20/1). 

Amran mengatakan, untuk komoditas beras, tidak ada impor selama 2016. Melainkan luncuran dari tahun 2015. Impor pada tahun tersebut diakuinya cukup besar karena ada el-nino terbesar sepajang sejarah.

Ia menambahkan, selama 2007 pemerintah pun tidak pernah melakukan impor beras jenis medium. Sementara, impor yang dilakukan pada 2018 sebanyak 1,7 juta ton hanya sebagai stok untuk 1 Januari 2019 yang berjumlah 2,3 juta ton.

Itu artinya, ujar dia, ada beras impor 1,7 juta ton. Akan tetapi, beras impor itu masih berada di dalam gudang. Dengan kata lain, Indonesia tidak mengomsumsi beras impor sejak 2016 hingga 17 Januari 2019.

"Jadi kalau ditanya apa sih tujuan impor? ya kami jawab itu untuk menambah stok dan pasokan yang pada gilirannya akan menekan harga," katanya.

Dia menambahkan, pemerintah juga telah swasembada jagung. Kata Amran, impor jagung pada 2014 mencapai 3,5 juta atau setara dengan Rp 10 triliun. Namun, pemerintah sudah berhasil membalikkan keadaan dengan mengekspor 380 ribu ton pada 2017 dan 2018.

"Di saat yang sama kita impor 130 ribu ton karena ulah beberapa perusahaan yang mengakibatkan peternak kecil berteriak. Di situlah kita putuskan impor untuk menyelamatkan 2,5 juta peternak," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement