Rabu 16 Jan 2019 22:06 WIB

OJK Dorong Pengembangan Perusahaan Pembiayaan

Ketentuan uang muka nol persen sangat selektif hanya berlaku bagi perusahaan sehat.

OJK
Foto: Wihdan Hidayat/Republika
OJK

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan Peraturan OJK (POJK) No.35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan. Ini diharapkan bisa mendorong pertumbuhan industri Pembiayaan dan menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi.

POJK yang merupakan perbaikan dari POJK sebelumnya ini diterbitkan juga untuk meningkatkan peranan perusahaan pembiayaan dalam perekonomian nasional, meningkatkan pengaturan prudensial, dan meningkatkan perlindungan konsumen.

POJK ini mengatur berbagai hal terkait bisnis Perusahaan Pembiayaan mulai dari jenis kegiatan usaha dan perluasannya serta cara pembiayaan, termasuk pembiayaan infrastruktur serta penggunaan sistem informasi dan teknologi yang terintegrasi oleh setiap perusahaan pembiayaan.

Selain itu, POJK ini juga mengatur pemberian uang muka pembiayaan kendaraan bermotor dengan berbagai persyaratan tergantung tingkat kesehatan keuangan dan nilai rasio Non Performing Financing (NPF) Neto-nya.

Perusahaan Pembiayaan yang memiliki tingkat kesehatan keuangan dengan kondisi minimum sehat dan mempunyai nilai rasio NPF Neto untuk pembiayaan kendaraan bermotor lebih rendah atau sama dengan 1 persen dapat menerapkan ketentuan uang muka nol persen dari harga jual kendaraan. Ini untuk pembiayaan kendaraan bermotor roda dua dan tiga, kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk pembiayaan investasi dan untuk kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk pembiayaan multiguna.

Ketentuan uang muka nol persen ini sangat selektif karena hanya berlaku bagi perusahaan pembiayaan yang sehat dan NPF-nya di bawah 1 persen dan diberikan untuk calon debitur yang memiliki profil risiko sangat baik. Karakteristik perusahaan pembiayaan yang sehat ditandai dengan pemilihan atau seleksi segmen market yang jelas dan proses underwriting yang hati-hati.

“Dengan demikian tidak perlu dikhawatirkan akan memicu kenaikan NPF, karena Perusahaan Pembiayaan yang layak pun harus memperhitungkan risikonya dan tidak semua calon debitur yang layak juga bisa mendapatkan DP nol persen ini,” kata Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2 B Bambang W. Budiawan,seperti dalam siaran persnya, Rabu (16/1).

Ketentuan DP nol persen ini juga diharapkan bisa memenuhi kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan alternatif transportasi yang sesuai kemampuannya.

Sementara Perusahaan Pembiayaan yang memiliki tingkat kesehatan keuangan dengan kondisi minimum sehat dan mempunyai nilai rasio NPF Neto untuk pembiayaan kendaraan bermotor lebih tinggi dari 1 persen dan lebih rendah atau sama dengan tiga persen wajib menerapkan ketentuan uang muka paling rendah 10 persen dari harga jual kendaraan.

Bagi Perusahaan Pembiayaan yang memiliki tingkat kesehatan keuangan dengan kondisi minimum sehat dan mempunyai nilai rasio NPF Neto untuk pembiayaan kendaraan bermotor lebih tinggi dari tiga persen dan lebih rendah atau sama dengan lima persen wajib menerapkan ketentuan uang muka paling rendah 15 persen dari harga jual kendaraan untuk pembiayaan kendaraan bermotor.

Kemudian, untuk Perusahaan Pembiayaan yang tidak memenuhi tingkat kesehatan keuangan dengan kondisi minimum sehat dan mempunyai nilai Rasio NPF Neto untuk pembiayaan kendaraan bermotor lebih rendah atau sama dengan lima persen wajib menerapkan ketentuan uang muka paling rendah 15 persen dari harga jual kendaraan untuk pembiayaan kendaraan bermotor.

Khusus untuk Perusahaan Pembiayaan yang mempunyai nilai rasio NPF Neto untuk pembiayaan kendaraan bermotor lebih tinggi dari lima persen wajib menerapkan ketentuan uang muka paling rendah 20 persen dari harga jual kendaraan untuk pembiayaan kendaraan bermotor.

Perlu diketahui, kualitas Piutang Pembiayaan Bermasalah NPF Neto adalah piutang pembiayaan yang terdiri dari piutang pembiayaan dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet, setelah dikurangi cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan untuk piutang pembiayaan yang terdiri dari piutang pembiayaan dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet. Mengenai tatacara penagihan, diatur beberapa hal seperti mekanisme surat peringatan yang harus berisi minimal mengenai jumlah hari keterlambatan, outstanding pokok terutang, serta bunga dan denda yang terutang.

POJK ini juga memperbolehkan penagihan melalui pihak ketiga, dengan berbagai syarat ketat seperti harus berbadan hukum, memiliki izin dari instansi berwenang dan memiliki sumber daya manusia yang telah memperoleh sertifikasi di bidang penagihan dari Lembaga Sertifikasi Profesi di bidang pembiayaan. Selain itu, Perusahaan Pembiayaan wajib bertanggung jawab penuh atas segala dampak yang ditimbulkan dari kerja sama dengan pihak lain di bidang penagihan ini.

Per November 2018, terdapat 185 Perusahaan Pembiayaan (PP) yang terdiri dari 182 PP Konvensional dan 3 PP Syariah (full pledge). Selain itu, terdapat 33 PP yang memiliki Unit Usaha Syariah (UUS).

Perkembangan industri pembiayaan secara umum masih menunjukkan pertumbuhan yang positif sampai dengan November 2018 dibandingkan dengan perkembangan tahun 2017. Aset mengalami peningkatan menjadi Rp 500,39 triliun atau tumbuh sebesar 6,12 persen year on year (yoy).

Komposisi Aset Industri PP terdiri dari Aset PP konvensional sebesar Rp 477,51 triliun atau sebesar 95,43 persen dan Aset PP Syariah (Full Pledge dan UUS) sebesar Rp 22,88 triliun atau sebesar 4,57 persen. Selain itu, berdasarkan status kepemilikan, komposisi aset Industri PP terdiri dari aset PP yang terafiliasi dengan ATPM sebesar Rp 213,07 triliun (30 PP) atau sebesar 42,58 perse, aset PP yang terafiliasi dengan Bank sebesar Rp 158,87 Triliun (33 PP) atau sebesar 31,75 persen dan aset PP yang tidak terafiliasi sebesar Rp 128,46 triliun (122 PP) atau sebesar 25,67 persen.

Piutang pembiayaan mengalami pertumbuhan sebesar 5,14 persen (yoy) dengan nilai outstanding per November 2018 mencapai Rp 433,86 triliun yang terdiri dari pembiayaan multiguna sebesar Rp 254,29 triliun (58,61 persen), Pembiayaan Investasi sebesar Rp 135,69 Triliun (31,27 persen), Pembiayaan Modal Kerja sebesar Rp 23,87 triliun (5,50 persen), pembiayaan berdasarkan prinsip syariah sebesar Rp 19,87 triliun dan sisanya adalah pembiayaan lainnya berdasarkan persetujuan OJK.

Berdasarkan hasil analisis laporan bulanan PP periode Desember 2016 sampai dengan November 2018, NPF industri PP menunjukkan perbaikan dari rasio NPF 3,08 persen pada November 2017 menjadi 2,83 persen pada November 2018.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement