Selasa 15 Jan 2019 18:21 WIB

Impor Gula Masih Dibutuhkan untuk Industri

Kuota gula dalam negeri belum dapat memenuhi kebutuhan gula nasional.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Petani memanen tebu untuk dikirim ke pabrik gula di kawasan Tasikmadu, Karanganyar, Jawa Tengah, Selasa (29/8). Petani tebu di kawasan tersebut mengeluhkan rendahnya harga acuan gula tani atau harga pembelian pemerintah (HPP) pabrik gula sebesar Rp9.600 per kg yang dinilai masih di bawah biaya pokok produksi yang berkisar Rp10.600 per kg. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/aww/17.
Foto: ANTARA FOTO
Petani memanen tebu untuk dikirim ke pabrik gula di kawasan Tasikmadu, Karanganyar, Jawa Tengah, Selasa (29/8). Petani tebu di kawasan tersebut mengeluhkan rendahnya harga acuan gula tani atau harga pembelian pemerintah (HPP) pabrik gula sebesar Rp9.600 per kg yang dinilai masih di bawah biaya pokok produksi yang berkisar Rp10.600 per kg. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/aww/17.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menilai, impor gula kristal mentah masih dibutuhkan untuk kebutuhan industri. Sebab, produksi dalam negeri belum bisa memenuhi kriteria yang dibutuhkan industri, khususnya makanan dan minuman. 

Direktur Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan Direktorat Jenderal Industri Agro Kemenperin Enny Ratnaningtyas mengatakan, bahan baku yang dibutuhkan industri makanan, minuman dan farmasi adalah gula kristal rafinasi (GKR) dengan standar International Commission For Uniform Methods of Sugar Analysis (ICUMSA) lebih kecil dari 80 IU. "Standar ini diperoleh dari produksi dalam negeri dengan bahan baku raw sugar (gula kristal mentah) yang berasal dari impor," katanya ketika dihubungi Republika.co.id, Selasa (15/1).

Enny menjelaskan, gula berbasis tebu di dalam negeri yaitu gula kristal putih (GKP) hanya memiliki standar ICUMSA 80 sampai 300 IU. Selain itu, produksinya sekitar dua  jutaan ton pada tahun 2018. Kuota tersebut belum dapat memenuhi kebutuhan gula nasional sekitar 6 jutaan ton untuk gula konsumsi dan gula rafinasi.

Dengan faktor tersebut, masih diperlukan impor gula. Tapi, Enny menambahkan, GKR untuk kebutuhan industri hanya untuk kebutuhan bahan baku industri mamin farmasi dan tidak diperbolehkan dijual  di pasar.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Publik dan Hubungan Antar Lembaga Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Rachmat Hidayat mengatakan, industri makanan dan minuman (mamin) sudah mengikuti kebijakan pemerintah untuk membeli olahan gula rafinasi pabrik lokal.

Tapi, Rachmat menjelaskan, bahan baku berupa gula mentah yang diolah tersebut memang hasil impor. Sebab, produksi dalam negeri belum dapat memenuhi kebutuhan industri mamin yang mencapai tiga juta ton tiap tahun. "Kalau untuk konsumsi rumah tangga mungkin cukup, tapi tidak untuk industri," ujarnya.

Menurut Rachmat, pasokan gula rafinasi untuk industri secara jangka panjang memang masih menjadi tantangan. Oleh karena itu, ia menilai, pemerintah dan pelaku usaha perlu bekerja sama membuat peta jalan pemenuhan gula dalam negeri sembari menyempurnakan aturan impor. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement