REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang merumuskan instrumen keuangan dengan imbal hasil yang menarik. Instrumen tersebut disiapkan agar dana repatriasi amnesti pajak setelah periode penguncian dana berakhir, tetap berada di dalam negeri.
"Kami sedang menyiapkannya bersama Kemenkeu dan OJK," kata Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo kepada Antara di Jakarta, Jumat malam.
Dody masih merahasiakan bentuk instrumen keuangan yang sedang disiapkan tersebut. Namun, dia memastikan instrumen itu akan memiliki imbal hasil yang menarik sehingga dana repatriasi tetap berada di pasar keuangan domestik.
"Return-nya akan bagus," ujarnya.
Di sisi lain, dengan kondisi fundamental ekonomi saat ini, Dody meyakini para pemilik dana repatriasi tidak akan gegabah melarikan dananya dari pasar keuangan Indonesia. Terlebih, imbal hasil instrumen keuangan pasar domestik saat ini juga sudah menarik.
Selain itu, sebagian dari dana repatriasi yang berhasil dihimpun pada 2016 lalu itu juga sudah disalurkan untuk pembiayaan dan investasi di sektor riil. Sebagian lainnya ditempatkan di instrumen investasi portofolio.
"Kami yakin, (dana) itu tidak akan lari kemana-mana," ujarnya.
Pemerintah menyelenggarakan program amnesti pajak pada pertengahan 2016 dan berlangsung selama sembilan bulan hingga Maret 2017. Dalam program tersebut, pemerintah menawarkan tarif tebusan atau tarif pengampunan yang lebih rendah jika wajib pajak (WB) mau melakukan repatriasi atau memulangkan asetnya yang berada di luar negeri.
Dari periode itu, Indonesia berhasil mengumpulkan dana repatriasi sebesar Rp147 triliun. Dana repatriasi itu masuk melalui bank yang bertindak sebagai pintu masuk (gateway) atau Bank Persepsi. Bank tersebut juga memiliki tugas untuk menerima biaya tebusan atas deklarasi aset oleh Wajib Pajak.
Dana repatriasi amnesti pajak yang masuk ke sistem perbankan akan berada dalam periode lock up atau penguncian dana di sistem keuangan domestik dengan jangka waktu tiga tahun sejak masuknya dana tersebut di periode September 2016 hingga Maret 2017.
Setelah periode lock up berakhir, ada risiko dana tersebut ditransfer kembali ke luar negeri. Jika risiko itu terjadi, maka akan terjadi perpindahan dana yang akan menimbulkan tekanan di sistem keuangan.