REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Perdagangan (Kemendag) menargetkan penandatanganan dan penyelesaian 12 perjanjian perdagangan pada 2019. Beberapa di antaranya termasuk dalam pasar baru atau nontradisional seperti Mozambik, Tunisia dan Maroko melalui skema Preferential Trade Agreement (PTA).
Ekonom Universitas Indonesia (UI) Lana Soelistianingsih mengapresiasi prioritas pemerintah untuk membuka akses pasar baru melalui perjanjian perdagangan. Tapi, poin penting yang harus diperhatikan adalah kesiapan dunia usaha untuk memperluas jaringan. "Sebab, yang melakukan transaksi nantinya bukan pemerintah, melainkan pengusaha atau swasta. Tindak lanjut implementasinya tergantung pada mereka," ujarnya ketika dihubungi Republika, Jumat (11/1).
Lana menilai, saat ini, pihak pengusaha belum menunjukkan antusiasme tinggi untuk memperluas jaringan ke pasar baru. Oleh karena itu, pemerintah harus intensif memfasiltiasi dengan mengajak pengusaha rutin melakukan misi dan pameran dagang ke negara nontradisional. Upaya ini dapat dilakukan oleh Kemendag yang bekerjasama dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).
Dengan kerap melakukan pameran dagang, Lana menjelaskan, pengusaha dari dua negara akan lebih sering berinteraksi. Pemerintah bersama pengusaha juga sebaiknya menetapkan target kuantitatif secara bersama. "Jadi, tidak hanya fokus pada peningkatan ekspor semata, juga ada target angkanya supaya tujuannya lebih terarah," katanya.
Lana menyebutkan, perluasan pasar nontradisional harus dilakukan ke seluruh negara. Meski agak jauh dari sisi logistik, diversifikasi negara ekspor sudah seharusnya menjadi prioritas. Sebab, jika hanya bertahan dengan pasar-pasar tradisional, pertumbuhan ekspor Indonesia hanya stuck atau bahkan menurun di angka tertentu.
Selain diversifikasi negara tujuan, Lana menambahkan, pemerintah bersama pengusaha juga memiliki pekerjaan rumah dalam diversifikasi produk. Sampai saat ini, setidkanya 70 persen produk ekspor masih bergantung pada komoditas atau bahan mentah. Produk jadi seperti tekstil sudah sepatutnya mendapatkan perhatian lebih untuk meningkatkan daya saing Indonesia di pasar internasional.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional (PPI) Kemendag Iman Pambagyo mengatakan, pihaknya sudah berencana melakukan kunjungan ke Mozambik dan Tunisia pada akhir Januari atau awal Februari. Sementara, kunjungan ke Turki masih dalam tahap pencarian dan penyesuaian jadwal dua negara.
Iman mengatakan, pihaknya juga berencana bertemu dengan Turki. Kedua negara direncanakan akan menjalin kerjasama dagang melalui skema Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA). "Nanti pertemuannya akhir bulan di Jakarta," ujarnya ketika ditemui usai konferensi pers di Gedung Kemendag, Jakarta, Jumat (11/1).
Selain tiga negara Afrika, Indonesia juga berencana menyelesaikan pakta perdagangan dengan Korea Selatan melalui skema CEPA. Saat ini, Korea hanya memiliki FTA dengan Asean, sedangkan dengan Indonesia belum ada kesepakatan. Padahal, Indonesia merupakan pasar potensial bagi Korea Selatan, pun sebaliknya.
Iman menargetkan, perundingan dengan Korea Selatan tahap pertama harus selesai pada tahun ini. Kemungkinan, awal Februari, kedua pemerintah akan bertemu untuk membicarakan pembahasan perjanjian yang sebenarnya sudah pernah dibahas pada 2014. "Tapi, saat itu sempat berhenti dan kami akan melanjutan kembali," ujarnya.