REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Mandiri Tbk mengaku, secara spesifik tidak memiliki target akusisi tahun ini. Meski begitu, perseroan selalu memperhatikan pasar untuk melihat potensi melakukan akuisisi.
"Kita belum ada target spesifik untuk akusisi. Hanya saja kita ingin akuisisi perusahaan industri jasa keuangan seperti perbankan atau multifinance," ujar Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo di Jakarta, Senin (7/1).
Ia menambahkan, perseroan mencari perusahaan keuangan yang mempunyai complementary bisnis untuk diakuisisi. "Jadi bisnisnya nggak sama dengan Bank Mandiri sehingga bisa melengkapi," ujar pria yang akrab disapa Tiko ini.
Untuk mendanai rencana akuisisi tersebut, kata dia, Bank Mandiri akan menggunakan dana internal. Pasalnya Capital Adequacy Ratio (CAR) perseroan masih cukup besar.
"CAR Bank Mandiri sekitar 21 persen lebih. Sementara kita nggak perlu CAR sebesar itu, sehingga bisa diturunkan hingga 16,5 persen. Jadi kelebihan CAR kita yang sekitar 4 persen atau kalau dirupiahkan sekitar Rp 35 triliun sampai Rp 36 triliun bisa dipakai untuk akuisisi," jelas Tiko. Hanya saja, ia menegaskan, perusahaan belum memiliki tujuan pasti untuk diakuisisi.
Tiko menambahkan, tantangan utama perbankan saat ini yakni pengetatan likuiditas. Maka dari itu, pada 2019, Bank Mandiri berupaya menjaga pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK).
Dirinya menuturkan, untuk DPK valas memang terjadi penurunan signifikan pada tahun lalu. "Kalau lihat data OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dari bulan ke bulan, semenjak portofolio outflow, DPK valas memang tumbuh negatif, ini tantangan ke depan," ujarnya.
Meski begitu, tahun ini ia yakin portofolio inflow mulai terjadi. "Kami optimis pada 2019 ini ada tren pertumbuhan DPK valas, karena tahun kemarin cukup terganggu dan Bank Mandiri harus jaga pendanaan bilateral dan wholesale," jelasnya.
Lebih lanjut, kata dia, untuk menjaga DPK rupiah, perseroan memiliki beberapa strategi. Di antaranya tidak terpancing mengenakan special rate yang sifatnya mahal pada deposito. Lalu menjaga menjaga tabungan yang berkelanjutan atau sustain.
"Tadinya tabungan kami ke luar masuknya cepat banget. Ini membuat likuiditas jangka pendek kita nggak sehat. Maka sekarang kami jaga dengan tabungan sustain, misalnya di payroll, agar lebih stabil," jelas pria yang akrab disapa Tiko tersebut.