REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jeruk keprok Rimau Gerga Lebong (RGL) menurut sejarah berasal dari Israel, lewat Thailand. Jeruk ini ditanam di tanah Brastagi kabupaten Karo Sumut dan kemudian dibawa dan ditanam oleh Gerga, petani asal Lebong Bengkulu.
Jeruk RGL merupakan salah satu komoditas potensial desa Rimbo Pengadang, kecamatan Rimbo Pengadang, kabupaten Lebong karena mampu meningkatkan penghasilan masyarakat. Warna khas buah ini kuning dan rasanya yang manis segar. Kandungan airnya tinggi dan mencapai 300 gram per buah menjadikan jeruk ini sangat potensial untuk dikembangkan.
Oni Aryani, Kepala Bidang Hortikultura Dinas Pertanian Provinsi Bengkulu menyampaikan bahwa pengembangan jeruk RGL tersebar di beberapa Kabupaten di Bengkulu seperti Lebong, Kepahiang dan Rejang Lebong.
"Karena keunggulan yang dimiliki buah ini menyebabkan semakin banyak masyarakat yang mengembangkan jeruk jenis keprok yang telah resmi dilepas oleh Menteri Pertanian pada Mei 2012 yang lalu,” kata Oni.
Saat ini pengembangan jeruk RGL meluas hingga kabupaten Kaur, Bengkulu Utara dan Bengkulu Tengah. BPS menyebutkan, pada 2017 tercatat produksi jeruk di provinsi Bengkulu mencapai 4.683 ton.
"Jeruk ini dapat dipanen sepanjang tahun. Jika dipelihara dengan baik, dalam satu pohon mampu menghasilkan buah sebanyak 100-150 kg/tahunnya. Selain dijual ke pasar tradisional, juga telah mulai masuk ke outlet-outlet buah dan pasar modern,” ujarnya.
Ahmad Rifai, Corporate Head Operasional PT Laris Manis Utama, saat berkunjung ke kantor Direktorat Jenderal Hortikultura menjelaskan, saat ini perusahaannya memulai memasarkan jeruk ini ke berbagai outlet dan swalayan modern seperti Frestive Kemang Raya, Fruit Gajah Mada, Duta Buah dan toko modern lainnya di Jakarta.
"Kami mulai memperkenalkan jeruk lokal yang memiliki keunggulan yang mirip dengan Kino Pakistan dan RGL ini salah satunya. Respon pasar lumayan bagus,” kata Rifai.
Ia menjelaskan, hal yang menyebabkan buah ini disukai oleh konsumen adalah perpaduan rasa asam manisnya. "Juicy-nya dapet dan ukuran buah lumayan besar. Namun terdapat beberapa hal yang harus diperbaiki diantaranya adalah mutu buahnya terutama warna kulit buahnya yang kuningnya terkadang tidak merata. Kami berharap pemerintah dapat membantu petani jeruk RGL agar mampu menghasilkan buah jeruk bermutu sesuai yang diinginkan pasar,” tuturnya.
Direktur Buah dan Florikultura, Sarwo Edhy mengatakan, Kementan saat ini fokus dalam pengembangan buah-buahan dan komoditas jeruk masih menjadi fokus utama yang menjadi perhatian.
"RGL yang berasal dari Bengkulu ini merupakan salah satu jeruk unggulan nasional yang berwarna orange selain Siem Madu Karo, Siem Gunung Omeh, Keprok Batu 55, Keprok SoE, Siompu, Borneo Prima dan DN Sabilulungan. Jeruk-jeruk seperti ini akan fokus kita kembangkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan sebagai subtitusi impor,” kata Sarwo.
Sampai saat ini Kementan telah mengembangkan kawasan jeruk seluas 18 ribu hektare yang tersebar di berbagai sentra produksi dan Provinsi Bengkulu salah satunya.
"Sampai 2018 telah dikembangkan kawasan jeruk seluas 746 Hektar yang tersebar di Kabupaten Lebong, Kepahiang, Bengkulu Utara, Bengkulu Selatan, Kota Bengkulu dan Bengkulu Tengah, dan pada tahun ini akan kita perluas 195 Hektar lagi,” tambahnya.
Sarwo menuturkan, komoditas unggulan Bengkulu ini dapat tumbuh baik di dataran medium antara 400-900 mdpl. Dengan ketinggian seperti ini maka buah ini berpotensi untuk dikembangkan di daerah lain seperti di Lampung, Garut dan Malang
Selain memfasilitasi pengembangan kawasan, Kementan juga akan fokus dalam melakukan pendampingan komoditas buah strategis ini. Ditjen Hortikultura bersama dengan Badan Litbang akan bersama-sama melakukan pendampingan terhadap petani dalam melakukan budidaya jeruk.
"Teknologi yang dihasilkan oleh Balitjestro dapat kita jadikan sebagai bahan untuk melakukan sosialisasi dan pendampingan ke daerah. Diharapkan kedepan sentra-sentra jeruk akan mampu menghasilkan jeruk bermutu dan mampu bersaing dengan jeruk impor,” tutup Sarwo dengan nada optimistis.